BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pertumbuhan dan perkembangan
seringkali di pertukarkan penggunanya. Padahal, keduanya memiliki arti
masing-masing. Pertumbuhan di gunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan
ukuran fisik yang secara kuantitatif semakin lama semakin besar atau panjang.
Adapun perkembangan di gunakan untuk menyatakan perubahan dalam aspek psikologi
dan sosial.
Dalam makalah ini akan dibahas
tentang pertumbuhan dan perkembangan secara lebih jelas, baik itu dari segi
pengertiannya, aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan dalam belajar,
perbedaaan antara pertumbuhan dan perkembangan, aspek-aspek hubungan
pertumbuhan dengan belajar, aspek-aspek hubungan perkembangan perkembangan
dengan belajar, dan upaya mengoptimalkan peranan pertumbuhan dan perkembangan
agar memberikan pengsruh yang positif terhadap aktivitas belajar anak. Oleh
karena itu mari kita lihat pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan fisik secara kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan
struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil
proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat
pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan
tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif
berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan, antara lain
bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak, seperti berat, panjang, dan
kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup perubahan yang semakin
sempurna pada sistem jaringan syaraf dan perubahan-perubahan struktur jasmani
lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses perubahan
dan pematangan fisik.
Pertumbuhan jasmani berakar pada
organisme yang selalu berproses untuk menjadi besar. Pertumbuhan jasmaniah ini
dapat di teliti dengan mengukur berat, panjang, dan lingkaran, seperti lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dan lain-lain. Dalam
pertumbuhannya, setiap bagian tubuh mempunyai perbedaan tempo kecepatan.
Misalnya, pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa
pubertas. Sebaliknya, pertumbuhan susunan syaraf pusat berlangsung pada akhir
masa kanak-kanak dan biasanya berhenti pada masa pubertas.
Perbedaan kecepatan masing-masing
bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan keseluruhan proporsi tubuh dan juga
menimbulkan perbedaan dalam fungsinya. Kepala seorang bayi, misalnya relative
lebih besar, sedangkan kaki dan tangannya relative pendek jika di bandingkan
dengan keadaan orang dewasa. Pada orang dewasa, perbandingan anggota badan
hampir sama. Pada usia 2 tahun, pertengahan badan berada diatas tulang
kemaluan. Contoh lain, pertumbuhan indera penglihatan mata lebih cepat daripada
pertumbuhan otot-otot tangan dan kaki.[1]
Pertumbuhan tidak berproses secara
bebas, tetapi di pengaruhi oleh aspek-aspek lain. Pertumbuhan yang menyangkut
perubahan sangat di pengaruhi oleh aspek-aspek tertentu yang saling berhubungan.[2] Istilah
pertumbuhan diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif
yang menyangkut aspek fisik jasmaniah”, seperti perubahan-perubahan yang
terjadi pada organ-organ dan struktur organ fisik, sehingga anak semakin
bertambah umurnya semakin besar dan semakin tinggi pula badannya.[3]
Pertumbuhan juga bisa diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil
sesuatu akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat
berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil
menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan
sebagainya. Ini tidak berarti, bahwa pertumbuhan itu hanya berlaku pada hal-hal
yang bersifat kuantitatif, karena tidak selamanya materiil itu kuantitatif. Pertumbuhan dinyatakan dalam
bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada bagian-bagian materiil, akan
tetapi pertumbuhan itu sendiri mempunyai sifat kesatuan dan keumuman, dalam hal
ini suatu organisme.[4]
Setiap organisme tumbuh dari keadaan sederhana dengan satu sel tunggal menjadi
banyak sel dan membentuk organisme yang bersusunan sangat kompleks. Pertumbuhan
pada masing-masing individu dalam segi proses terdapat hal umum yang sama,
tetapi dalam hal-hal yang khusus belum tentu sama.[5]
B.
Pengertian Perkembangan
Bila pertumbuhan terkait dengan
perubahan fisik, maka perkembangan terkait dengan perubahan psikis. Karenanya
sebagian ahli menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari
pertumbuhan. Menurut Muhibbin Syah, perkembangan ialah proses perubahan kualitatif
yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ
jasmaniah itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan terletak
pada penyempurnaan fungsi psikologis yang di sandang oleh organ-organ fisik.
Jadi, menurut Dalyono, perkembangan tidak
di tekankan pada segi materi, melainkan pada segi fungsional. Perubahan
sesuatu fungsi di sebabkan adanya proses pertumbuhan materi yang memungkinkan
adanya fungsi itu. Atau di sebabkan perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar. Dengan demikian, kita boleh merumuskan pengertian perkembangan pribadi
anak sebagai perubahan kualitatif dari setiap fungsi kepribadian akibat dari
pertumbuhan dan belajar.[6]
Perkembangan merupakan suatu
perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan tidak di tekankan pada segi materi, melainkan pada segi
fungsional. Jadi, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif
dari fungsi-fungsi. Perubahan sesuatu fungsi adalah di sebabkan oleh adanya
proses pertumbuhan materi yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan di samping
itu di sebabkan oleh perubahan tingkah laku hasil belajar.[7]
Menurut Werner, perkembangan sesuai
dengan prinsip orthogenetis, yaitu perkembangan berlangsung dari keadaan global
dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi, artikulasi, dan
integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu bersifat totalitas
pada diri anak; bahwa bagian-bagian penghayatan totalitas itu lambat laun
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangk keseluruhan.
Sejak bayi dilahirkan, ia telah
mempunyai gambaran lengkap tentang dunia. Hanya saja, gambaran tersebut masih
kabur dan samar-samar. Terbawa oleh perkembangannya, gambaran total yang
samar-samar tadi berangsur-angsur menjadi terang dan bagian-bagiannya bertambah
nyata, jelas dan strukturnya semakin lengkap. Timbullah kemudian kompleksitas
dari unsur-unsur, seperti unsur gerak, jarak, bentuk, warna, dan lain-lain.
Namun, semuanya merupakan bagian dari satu totalitas atau keseluruhan dan
mengandung sifat-sifat totalitas tersebut.[8] Istilah
perkembangan secara khusus diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental-psikologis
manusia”, seperti misalnya perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek
pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan dan
sebagainya, sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin
bertambah banyak pengetahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosial, moral,
keyakinan agama dan sebagainya.[9]
C.
Aspek-aspek yang Membedakan antara Pertumbuhan dan Perkembangan
1.
Pertumbuhan adalah kuantitatif dan kualitatif.
2.
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan
teratur.
3.
Tempo pertumbuhan tidak sama.
4.
Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat di modifikasi oleh
kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan.
5.
Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
6.
Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspeknya saling berhubungan,[10]
Sedangkan:
a.
Perkembangan adalah kualitatif.
b.
Perkembangan sangat di pengaruhi oleh proses dan hasil dari
belajar.
c.
Usia ikut mempengaruhi perkembangan.
d.
Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang
berbeda-beda.
e.
Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap species perkembangan
individu mengikuti pola umum yang sama.
f.
Perkembangan di pengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
g.
Perkembangan yang lambat dapat dipercepat.
h.
Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi.[11]
D.
Aspek-Aspek Hubungan Pertumbuhan dengan Belajar
1.
Pertumbuhan Umur Mental Anak.
Umur mental anak mempengaruhi
kapasitas mentalnya. Kapasitas mental anak menentukan prestasi belajarnya.
Penelitian tentang hubungan antara prestasi belajar dengan pertumbuhan anak
pada umumnya telah telah di lakukan. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang erat antara prestasi belajar dan pertumbuhan atau tingkat
kematangan anak.
2.
Pertumbuhan Tingkah Laku
Anak-anak yang pertumbuhannya cepat,
lambat, atau tidak teratur, sering menimbulkan problem-problem pengajaran.
3.
Pertumbuhan Penyesuaian Pribadi dan Sosial.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada anak akibat pertumbuhan dan setelah di hadapkan dengan tantangan kultural
masyarakat, terutama harapan-harapan orangtua, guru-guru, dan teman-teman
sebaya, tercermin di dalam penyesuaian sosialnya. Anak yang tidak menunjukkan
kelainan-kelainan yang menonjol dalam pergaulan sosialnya, dapat berarti bahwa
pertumbuhan anak itu normal. Pertumbuhan luar biasa yang dialami oleh anak
dapat menyebabkan kelainan atau kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam
pergaulan[12]
dan sulit untuk menerima pelajaran.
E.
Aspek-Aspek Hubungan Perkembangan dengan Belajar
1.
Perkembangan Motor (Fisik) Siswa
Kegiatan fisik dalam perkembangan
berhubungan dengan istilah “motor” yang menurut Muhibbin Syah diartikan sebagai
istilah yang menunjuk pada hal keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot
dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran
cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula di pahami sebagai segala
keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap
kegiatan organ-organ fisik.[13]
Dalam psikologi, kata motor
diartikan sebagai istilah yang menunjukkan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang
melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan
sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula di
pahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan
stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung
kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Lonjakan
perkembangan (spurt) terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara
12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembanga berlangsung,
beberapa bagian jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim
berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan
perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang.
Menurut Gleitmen ada dua bekal yang di bawa anak yang baru lahir sebagai dasar
perkembangan kehidupannya selama di dunia yaitu, bekal kapasitas motor
(jasmani) dan bekal kapasitas pancaindera (sensori).
Mula-mula seorang anak yang baru
lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya.
Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan
bantuan sanggaan dan dapat pula meraih
dan menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya.
Kini ia telah memiliki apa yang di sebut grasp reflex atau grasping reflex
yakni gerakan otomatis untuk menggenggam. Inilah reflex primitive (yang ada
sejak dahulu kala) di wariskan nenek moyang tanpa di pelajari.
Respon otomatis yang juga di miliki
seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya ialah rooting reflex
yang berarti reflex dukungan yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis.
Dengan rooting reflex, setiap kali pipi bayi disentuh, kepalanya
akan berbalik atau bergerak kearah datangnya rangsangan.
Bekal psikologis kedua yang dibawa
anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensori. Kapasitas sensori seorang bayi
lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya reflex-refleks motor
tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih baik. Berkat adanya bekal
kapasitas sensori, bayi dapat mendengar dengan baik bahkan mampu membedakan
antara suara yang keras dan kasar dengan suara lembut ibunya atau suara lembut
wanita-wanita lainnya.
Semua kapasitas yang dibawa anak
dari rahim ibunya baik kapasitas jasmani maupun kapasitas rohani adalah modal
dasar yang tampak segera berfaedah bagi kelanjutan perkembangan anak tersebut.[14].
2.
Perkembangan Kognitif
Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang
padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognitif
(kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaaan pengetahuan.
Sebagian besar psikolog, terutama
ahli psikologi kognitif berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia
mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan
manusia, yaitu kapasitas motor dan kapasitas sensori sampai batas tertentu di
pengaruhi oleh aktivitas kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia
sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan motor dan
sensorinya. Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif disimpulkan bahwa semua bayi
sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang bersal dari penglihatan,
pendengaran, dan informal-informal lain yang diserap melalui indra-indranya,
asalkan otaknya tidak cacat atau berkelainan otak.
Melalui pancaindera anak melakukan
aktivitas kognitif untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan sosialnya. Pengalaman langsung berdasarkan pengamatan
terhadap suatu objek adalah awal pengenalan terhadap suatu objek.
Dalam belajar, semakin baik struktur
kognitif yang di lakukan oleh anak, maka semakin mapanlah penguasaan anak atas
bahan pelajaran yang telah di kuasai. Bila suatu ketika pengetahuan itu di
perlukan, mudahlah bagi anak untuk mengingatnya kembali. Agar struktur kognitif
dapat di bentuk dengan baik di dalam memori, anak dapat menggunakan “jembatan
logika” dalam belajar. Misalnya, bahan pelajaran di susun dalam bentuk skema
atau bagan, atau dengan teknik apa saja selama mendukung terbentuknya struktur
kognitif.
Seiring dengan meningkatnya umur
anak, maka cara berpikir anak pun bergerak dari yang konkret menuju yang
abstrak. Hal ini terjadi bila anak sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya
suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda itu sudah ia
tinggalkan, atau sudah tak di lihat dan tak di dengar lagi. Kemampuan berpikir
anak dipengaruhi kapasitas inteligensi sebagai potensi yang bersifat bawaan.[15]
Hasil-hasil riset kognitif yang di
lakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini menyimpulkan bahwa semua bayi
manusia berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari
penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang diserap melalui
indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga berkemampuan merespons
informasi-informasi tersebut secara sistematis.
Implikasi pokok dari hasil-hasil
riset kognitif diatas menurut Bower ialah bahwa manusia:….begins life as an
extremely competent social organism, an extremely competent learning organism,
an extremely perceiving organism. Artinya, bayi manusia memulai
kehidupannya sebagai organism sosial (makhluk hidup bermasyarakat) yang
betul-betul berkemampuan, sebagai makhluk hidup yang betul-betul mampu belajar,
dan sebagai makhluk hidup yang mampu memahami.[16]
3.
Perkembangan Sosial dan
Moral Siswa.
Pendidikan di tinjau dari sudut
psikososial (kejiwaan kemasyarakatan) adalah upaya penumbuhkembangan sumber
daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi) yang
berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang trorganisasi, dalam hal ini
masyarakat pendidikan dan keluarga. Berdasarkan hal ini, tentu tak mengherankan
apabila seorang siswa sering menggantungkan responsnya terhadap pelajaran di
kelas pada persepsinya terhadap guru pengajar dan teman-teman sekelasnya.
Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru dan teman-temannya itu
sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan lingkungan
sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.
Selanjutnya pendidikan yang
berlangsung secara formal di sekolah dan yang secara informal di lingkungan
keluarga memiliki peranan penting dalam mengembangkan psikososial. Perkembangan
psikososial siswa, atau sebut saja perkembangan sosial siswa, adalah proses
perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam
berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi
hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial, menurut Bruno merupakan proses
pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam
keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Dalam proses-proses perkembangan
lainnya, proses sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses
belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung
pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial) siswa tersebut baik di
lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini
bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam
bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral
tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat
siswa yang bersangkutan.
Dalam dunia psikologi belajar
terdapat aneka macam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan
perkembangan sosial. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini yang paling
menonjol dan layak di jadikan rujukan ialah: 1). Aliran teori cognitive psychology
dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg; 2). Aliran teori social
learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters. Tokoh-tokoh
psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitian dan pengkajian
perkembangan sosial anak-anak usia sekolah dasar dan menengah dengan penekanan
khusus pada perkembangan moralitas mereka. Maksudnya, setiap tahapan
perkembangan sosial anak selalu di hubungkan dengan perkembangan perilaku
moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.[17]
F.
Upaya Mengoptimalkan Peranan Pertumbuhan dan Perkembangan terhadap
Aktivitas Belajar Anak.
Pertumbuhan lebih cenderung kepada
perubahan fisik, sedangkan perkembangan lebih cenderung kepada perubahan fisik
dan mental (pemikiran) anak, Peranan pertumbuhan dan perkembangan sangat
berpengaruh dalam belajar anak. Agar pertumbuhan dan perkembangan dapat
memberikan pegaruh yang positif maka keduanya harus di seimbangkan dan harus
selalu di perhatikan karena keduanya tidak bisa di pisahkan dan saling
berhubungan, terutama dalam proses belajar. Di dalam aktivitas belajar
pertumbuhan dan perkembangan sangat di butuhkan terutama dalam menilai suatu
keadaan anak apakah ia sudah bisa menyerap pelajaran dengan baik atau tidak.
Seseorang bisa di katakana berkembang apabila ia tumbuh dengan baik, akan
tetapi seseorang tidak bisa di katakan tumbuh apabila ia tidak bisa berkembang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu
tertentu. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi
fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam
bentuk proses aktif berkesinambungan.
Perkembangan secara khusus diartikan
sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang
menyangkut aspek-aspek mental-psikologis manusia. Pertumbuhan adalah
kuantitatif dan kualitatif.
Perbedaan antara pertumbuhan dan
perkembangan:
1.
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan
teratur.
2.
Tempo pertumbuhan tidak sama.
3.
Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat di modifikasi oleh
kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan.
4.
Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
5.
Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspeknya saling berhubungan.
Sedangkan:
1.
Perkembangan adalah kualitatif.
2.
Perkembangan sangat di pengaruhi oleh proses dan hasil dari
belajar.
3.
Usia ikut mempengaruhi perkembangan.
4.
Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang
berbeda-beda.
5.
Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap species perkembangan
individu mengikuti pola umum yang sama.
6.
Perkembangan di pengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
7.
Perkembangan yang lambat dapat dipercepat.
8.
Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi.
Aspek-aspek hubungan pertumbuhan
dengan belajar:
a.
Pertumbuhan umur mental anak.
b.
Pertumbuhan tingkah laku.
c.
Pertumbuhan Penyesuaian Pribadi dan Sosial.
Aspek-aspek hubungan perkembangan
dengan belajar:
1.
Perkembangan motor (fisik) siswa.
2.
Perkembangan kognitif.
3.
Perkembangan sosial dan moral siswa.
[1] Dra. Enung Fatimah, M.M, Psikologi Perkembangan: Perkembangan
Peserta Didik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h. 41-42
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 119
[3] Drs. H.M Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h.11
[4] Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1997), h. 62
[5] Drs. Mustaqim dan Drs. Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 24-25
[6] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 121
[7] Drs. M. Dalyono, Op. Cit, h. 78-79
[8] Dra. Enung Fatimah, M.M, Op. Cit, h. 43
[9] Drs. H.M. Alisuf Sabri, Op.Cit, h. 11
[10] Drs. M. Dalyono, Op. Cit, h. 68-72
[11] Ibid, h. 80-83
[12] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 119-120
[13] Ibid, h. 129
[14] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi, (Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu, 1999), h.13-14
[15] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 131-133
[16] Muhibbin Syah, Op. Cit, h. 22-23
[17] Ibid, h. 35-36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar