Selasa, 16 Juni 2015

Paper Pertumbuhan dan Perkembangan

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pertumbuhan dan perkembangan seringkali di pertukarkan penggunanya. Padahal, keduanya memiliki arti masing-masing. Pertumbuhan di gunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan ukuran fisik yang secara kuantitatif semakin lama semakin besar atau panjang. Adapun perkembangan di gunakan untuk menyatakan perubahan dalam aspek psikologi dan sosial.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan secara lebih jelas, baik itu dari segi pengertiannya, aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan dalam belajar, perbedaaan antara pertumbuhan dan perkembangan, aspek-aspek hubungan pertumbuhan dengan belajar, aspek-aspek hubungan perkembangan perkembangan dengan belajar, dan upaya mengoptimalkan peranan pertumbuhan dan perkembangan agar memberikan pengsruh yang positif terhadap aktivitas belajar anak. Oleh karena itu mari kita lihat pada bab selanjutnya.









BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik secara kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan, antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak, seperti berat, panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup perubahan yang semakin sempurna pada sistem jaringan syaraf dan perubahan-perubahan struktur jasmani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.
Pertumbuhan jasmani berakar pada organisme yang selalu berproses untuk menjadi besar. Pertumbuhan jasmaniah ini dapat di teliti dengan mengukur berat, panjang, dan lingkaran, seperti lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dan lain-lain. Dalam pertumbuhannya, setiap bagian tubuh mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Misalnya, pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa pubertas. Sebaliknya, pertumbuhan susunan syaraf pusat berlangsung pada akhir masa kanak-kanak dan biasanya berhenti pada masa pubertas.
Perbedaan kecepatan masing-masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan keseluruhan proporsi tubuh dan juga menimbulkan perbedaan dalam fungsinya. Kepala seorang bayi, misalnya relative lebih besar, sedangkan kaki dan tangannya relative pendek jika di bandingkan dengan keadaan orang dewasa. Pada orang dewasa, perbandingan anggota badan hampir sama. Pada usia 2 tahun, pertengahan badan berada diatas tulang kemaluan. Contoh lain, pertumbuhan indera penglihatan mata lebih cepat daripada pertumbuhan otot-otot tangan dan kaki.[1]
Pertumbuhan tidak berproses secara bebas, tetapi di pengaruhi oleh aspek-aspek lain. Pertumbuhan yang menyangkut perubahan sangat di pengaruhi oleh aspek-aspek tertentu yang saling berhubungan.[2] Istilah pertumbuhan diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif yang menyangkut aspek fisik jasmaniah”, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada organ-organ dan struktur organ fisik, sehingga anak semakin bertambah umurnya semakin besar dan semakin tinggi pula badannya.[3] Pertumbuhan juga bisa diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil sesuatu akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. Ini tidak berarti, bahwa pertumbuhan itu hanya berlaku pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, karena tidak selamanya materiil itu  kuantitatif. Pertumbuhan dinyatakan dalam bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada bagian-bagian materiil, akan tetapi pertumbuhan itu sendiri mempunyai sifat kesatuan dan keumuman, dalam hal ini suatu organisme.[4] Setiap organisme tumbuh dari keadaan sederhana dengan satu sel tunggal menjadi banyak sel dan membentuk organisme yang bersusunan sangat kompleks. Pertumbuhan pada masing-masing individu dalam segi proses terdapat hal umum yang sama, tetapi dalam hal-hal yang khusus belum tentu sama.[5]
B.  Pengertian Perkembangan
Bila pertumbuhan terkait dengan perubahan fisik, maka perkembangan terkait dengan perubahan psikis. Karenanya sebagian ahli menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan. Menurut Muhibbin Syah, perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang di sandang oleh organ-organ fisik. Jadi, menurut Dalyono, perkembangan tidak  di tekankan pada segi materi, melainkan pada segi fungsional. Perubahan sesuatu fungsi di sebabkan adanya proses pertumbuhan materi yang memungkinkan adanya fungsi itu. Atau di sebabkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar. Dengan demikian, kita boleh merumuskan pengertian perkembangan pribadi anak sebagai perubahan kualitatif dari setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan belajar.[6]
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak di tekankan pada segi materi, melainkan pada segi fungsional. Jadi, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari fungsi-fungsi. Perubahan sesuatu fungsi adalah di sebabkan oleh adanya proses pertumbuhan materi yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan di samping itu di sebabkan oleh perubahan tingkah laku hasil belajar.[7]
Menurut Werner, perkembangan sesuai dengan prinsip orthogenetis, yaitu perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu bersifat totalitas pada diri anak; bahwa bagian-bagian penghayatan totalitas itu lambat laun semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangk keseluruhan.
Sejak bayi dilahirkan, ia telah mempunyai gambaran lengkap tentang dunia. Hanya saja, gambaran tersebut masih kabur dan samar-samar. Terbawa oleh perkembangannya, gambaran total yang samar-samar tadi berangsur-angsur menjadi terang dan bagian-bagiannya bertambah nyata, jelas dan strukturnya semakin lengkap. Timbullah kemudian kompleksitas dari unsur-unsur, seperti unsur gerak, jarak, bentuk, warna, dan lain-lain. Namun, semuanya merupakan bagian dari satu totalitas atau keseluruhan dan mengandung sifat-sifat totalitas tersebut.[8] Istilah perkembangan secara khusus diartikan sebagai “perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental-psikologis manusia”, seperti misalnya perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan dan sebagainya, sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin bertambah banyak pengetahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosial, moral, keyakinan agama dan sebagainya.[9]
C.  Aspek-aspek yang Membedakan antara Pertumbuhan dan Perkembangan
1.      Pertumbuhan adalah kuantitatif dan kualitatif.
2.      Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur.
3.      Tempo pertumbuhan tidak sama.
4.      Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat di modifikasi oleh kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan.
5.      Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
6.      Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspeknya saling berhubungan,[10]
Sedangkan:
a.       Perkembangan adalah kualitatif.
b.      Perkembangan sangat di pengaruhi oleh proses dan hasil dari belajar.
c.       Usia ikut mempengaruhi perkembangan.
d.      Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda-beda.
e.       Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap species perkembangan individu mengikuti pola umum yang sama.
f.       Perkembangan di pengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
g.      Perkembangan yang lambat dapat dipercepat.
h.      Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi.[11]
D.  Aspek-Aspek Hubungan Pertumbuhan dengan Belajar
1.      Pertumbuhan Umur  Mental Anak.
Umur mental anak mempengaruhi kapasitas mentalnya. Kapasitas mental anak menentukan prestasi belajarnya. Penelitian tentang hubungan antara prestasi belajar dengan pertumbuhan anak pada umumnya telah telah di lakukan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara prestasi belajar dan pertumbuhan atau tingkat kematangan anak.
2.      Pertumbuhan Tingkah Laku
Anak-anak yang pertumbuhannya cepat, lambat, atau tidak teratur, sering menimbulkan problem-problem pengajaran.
3.      Pertumbuhan Penyesuaian Pribadi dan Sosial.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada anak akibat pertumbuhan dan setelah di hadapkan dengan tantangan kultural masyarakat, terutama harapan-harapan orangtua, guru-guru, dan teman-teman sebaya, tercermin di dalam penyesuaian sosialnya. Anak yang tidak menunjukkan kelainan-kelainan yang menonjol dalam pergaulan sosialnya, dapat berarti bahwa pertumbuhan anak itu normal. Pertumbuhan luar biasa yang dialami oleh anak dapat menyebabkan kelainan atau kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam pergaulan[12] dan sulit untuk menerima pelajaran.
E.  Aspek-Aspek Hubungan Perkembangan dengan Belajar
1.      Perkembangan Motor (Fisik) Siswa
Kegiatan fisik dalam perkembangan berhubungan dengan istilah “motor” yang menurut Muhibbin Syah diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula di pahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.[13]
Dalam psikologi, kata motor diartikan sebagai istilah yang menunjukkan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula di pahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Lonjakan perkembangan (spurt) terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembanga berlangsung, beberapa bagian jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang. Menurut Gleitmen ada dua bekal yang di bawa anak yang baru lahir sebagai dasar perkembangan kehidupannya selama di dunia yaitu, bekal kapasitas motor (jasmani) dan bekal kapasitas pancaindera (sensori).
Mula-mula seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan bantuan  sanggaan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya. Kini ia telah memiliki apa yang di sebut grasp reflex atau grasping reflex yakni gerakan otomatis untuk menggenggam. Inilah reflex primitive (yang ada sejak dahulu kala) di wariskan nenek moyang tanpa di pelajari.
Respon otomatis yang juga di miliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya ialah rooting reflex yang berarti reflex dukungan yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis. Dengan rooting reflex, setiap kali pipi bayi disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak kearah datangnya rangsangan.
Bekal psikologis kedua yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensori. Kapasitas sensori seorang bayi lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya reflex-refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih baik. Berkat adanya bekal kapasitas sensori, bayi dapat mendengar dengan baik bahkan mampu membedakan antara suara yang keras dan kasar dengan suara lembut ibunya atau suara lembut wanita-wanita lainnya.
Semua kapasitas yang dibawa anak dari rahim ibunya baik kapasitas jasmani maupun kapasitas rohani adalah modal dasar yang tampak segera berfaedah bagi kelanjutan perkembangan anak tersebut.[14].
2.      Perkembangan Kognitif
Istilah kognitif  berasal dari kata cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognitif (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaaan pengetahuan.
Sebagian besar psikolog, terutama ahli psikologi kognitif berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yaitu kapasitas motor dan kapasitas sensori sampai batas tertentu di pengaruhi oleh aktivitas kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan motor dan sensorinya. Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif disimpulkan bahwa semua bayi sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang bersal dari penglihatan, pendengaran, dan informal-informal lain yang diserap melalui indra-indranya, asalkan otaknya tidak cacat atau berkelainan otak.
Melalui pancaindera anak melakukan aktivitas kognitif untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosialnya. Pengalaman langsung berdasarkan pengamatan terhadap suatu objek adalah awal pengenalan terhadap suatu objek.
Dalam belajar, semakin baik struktur kognitif yang di lakukan oleh anak, maka semakin mapanlah penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah di kuasai. Bila suatu ketika pengetahuan itu di perlukan, mudahlah bagi anak untuk mengingatnya kembali. Agar struktur kognitif dapat di bentuk dengan baik di dalam memori, anak dapat menggunakan “jembatan logika” dalam belajar. Misalnya, bahan pelajaran di susun dalam bentuk skema atau bagan, atau dengan teknik apa saja selama mendukung terbentuknya struktur kognitif.
Seiring dengan meningkatnya umur anak, maka cara berpikir anak pun bergerak dari yang konkret menuju yang abstrak. Hal ini terjadi bila anak sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda itu sudah ia tinggalkan, atau sudah tak di lihat dan tak di dengar lagi. Kemampuan berpikir anak dipengaruhi kapasitas inteligensi sebagai potensi yang bersifat bawaan.[15]
Hasil-hasil riset kognitif yang di lakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini menyimpulkan bahwa semua bayi manusia berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.
Implikasi pokok dari hasil-hasil riset kognitif diatas menurut Bower ialah bahwa manusia:….begins life as an extremely competent social organism, an extremely competent learning organism, an extremely perceiving organism. Artinya, bayi manusia memulai kehidupannya sebagai organism sosial (makhluk hidup bermasyarakat) yang betul-betul berkemampuan, sebagai makhluk hidup yang betul-betul mampu belajar, dan sebagai makhluk hidup yang mampu memahami.[16]
3.      Perkembangan  Sosial dan Moral Siswa.
Pendidikan di tinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan) adalah upaya penumbuhkembangan sumber daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang trorganisasi, dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga. Berdasarkan hal ini, tentu tak mengherankan apabila seorang siswa sering menggantungkan responsnya terhadap pelajaran di kelas pada persepsinya terhadap guru pengajar dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.
Selanjutnya pendidikan yang berlangsung secara formal di sekolah dan yang secara informal di lingkungan keluarga memiliki peranan penting dalam mengembangkan psikososial. Perkembangan psikososial siswa, atau sebut saja perkembangan sosial siswa, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial, menurut Bruno merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial) siswa tersebut baik di lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka macam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini yang paling menonjol dan layak di jadikan rujukan ialah: 1). Aliran teori cognitive psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg; 2). Aliran teori social learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters. Tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitian dan pengkajian perkembangan sosial anak-anak usia sekolah dasar dan menengah dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka. Maksudnya, setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu di hubungkan dengan perkembangan perilaku moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.[17]
F.   Upaya Mengoptimalkan Peranan Pertumbuhan dan Perkembangan terhadap Aktivitas Belajar Anak.
Pertumbuhan lebih cenderung kepada perubahan fisik, sedangkan perkembangan lebih cenderung kepada perubahan fisik dan mental (pemikiran) anak, Peranan pertumbuhan dan perkembangan sangat berpengaruh dalam belajar anak. Agar pertumbuhan dan perkembangan dapat memberikan pegaruh yang positif maka keduanya harus di seimbangkan dan harus selalu di perhatikan karena keduanya tidak bisa di pisahkan dan saling berhubungan, terutama dalam proses belajar. Di dalam aktivitas belajar pertumbuhan dan perkembangan sangat di butuhkan terutama dalam menilai suatu keadaan anak apakah ia sudah bisa menyerap pelajaran dengan baik atau tidak. Seseorang bisa di katakana berkembang apabila ia tumbuh dengan baik, akan tetapi seseorang tidak bisa di katakan tumbuh apabila ia tidak bisa berkembang.














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif berkesinambungan.
Perkembangan secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental-psikologis manusia. Pertumbuhan adalah kuantitatif dan kualitatif.
Perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan:
1.      Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur.
2.      Tempo pertumbuhan tidak sama.
3.      Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat di modifikasi oleh kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan.
4.      Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
5.      Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspeknya saling berhubungan.
Sedangkan:
1.      Perkembangan adalah kualitatif.
2.      Perkembangan sangat di pengaruhi oleh proses dan hasil dari belajar.
3.      Usia ikut mempengaruhi perkembangan.
4.      Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda-beda.
5.      Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap species perkembangan individu mengikuti pola umum yang sama.
6.      Perkembangan di pengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
7.      Perkembangan yang lambat dapat dipercepat.
8.      Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi.
Aspek-aspek hubungan pertumbuhan dengan belajar:
a.       Pertumbuhan umur  mental anak.
b.      Pertumbuhan tingkah laku.
c.       Pertumbuhan Penyesuaian Pribadi dan Sosial.
Aspek-aspek hubungan perkembangan dengan belajar:
1.      Perkembangan motor (fisik) siswa.
2.      Perkembangan kognitif.
3.      Perkembangan sosial dan moral siswa.



[1] Dra. Enung Fatimah, M.M, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h. 41-42
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 119
[3] Drs. H.M Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h.11
[4] Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 62
[5] Drs. Mustaqim dan Drs. Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 24-25
[6] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 121
[7] Drs. M. Dalyono, Op. Cit, h. 78-79
[8] Dra. Enung Fatimah, M.M, Op. Cit, h. 43
[9] Drs. H.M. Alisuf Sabri, Op.Cit, h. 11
[10] Drs. M. Dalyono, Op. Cit, h. 68-72
[11] Ibid, h. 80-83
[12] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 119-120
[13] Ibid, h. 129
[14] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), h.13-14
[15] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h. 131-133
[16] Muhibbin Syah, Op. Cit, h. 22-23
[17] Ibid, h. 35-36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar