Sabtu, 13 Juni 2015

Makalah Kecerdasan Majemuk

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dulu keberhasilan seseorang untuk masa depan diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal dulu kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Padahal di otak kita terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual. Contohnya dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam praktek anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih tradisional. Hal ini juga diungkapkan oleh pakar perkembangan dan pemerhati anak, Seto Mulyadi.
Setelah adanya kekeliruan di pendidikan Indonesia dalam peningkatan kecerdasan anak. Padahal sekolah–sekolah swasta telah menjamur dimulai dari sekolah kanak-kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat yang tertinggi perguruan tinggi. Dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah seharusnya tingkat pendidikan Indonesia semakin professional, tapi kenyataannya masih tetap dalam pendidikan pengembangan yang tradisional.
Dengan adanya kekeliruan tentang kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu matematika (logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga meliputi beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musikal, visual-spatial, interpersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard Gardner tahun 1983. Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai kecerdasan jamak di makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Dari berbagai latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1.      Apa pengertian kecerdasan jamak?
2.      Siapa tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak?
3.      Apa saja macam-macam kecerdasan jamak?
4.      Faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan?
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui kecerdasan jamak.
2.      Untuk mengetahui tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak.
3.      Untuk mengetahui macam-macam kecerdasan jamak.
4.      Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kecerdasan.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kecerdasan Jamak
Dalam Psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain.[1] Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.[2] Oleh karena itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu
1.      Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan;
2.      Kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan;
3.      Kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritism.[3]
   Menurut Gardner, kecerdasan adalah potensi biopsychological untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam pengaturan budaya untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam suatu budaya. Gardner mengungkapkan bahwa diaktifkan atau tidak kecerdasan tersebut tergantung pada nilai-nilai budaya tertentu, kesempatan yang tersedia dalam budaya, dan keputusan pribadi yang diputuskan oleh individu dan atau mereka dalam keluarga, guru, sekolah dan masyarakat.[4]
Dalam usahanya melakukan identifikasi terhadap inteligensi, Gardner menggunakan beberapa macam kriteria, yaitu
1.      Pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior,
2.      Informasi mengenai kerusakan otak,
3.      Studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar, juga individu idiot savant, dan orang-orang autistik
4.      Data psikometrik, dan
5.      Studi pelatihan psikologis.[5]
Dari segi etimologi, jamak berarti banyak atau lebih dari satu.[6] Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari satu. Setiap kecerdasan punya perkembangan sendiri, tumbuh dan menjelma dalam kurun waktu berbeda untuk setiap individu. Dinamika teori Multiple Intelligences Gardner bersifat jamak: bermakna banyak dan luas, menandakan kecerdasan pada hakikatnya tidak terbatas.[7]
Jadi, dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk. Kecerdasan jamak merupakan berbagai kemampuan yang dimiliki setiap individu dengan tingkatan yang berbeda-beda.

B.     Tokoh yang Mencetuskan Teori Kecerdasan Jamak
Pada 1960, di Amerika Serikat terjadi revolusi pendidikan dan otak menjadi bahasan utama reformasi pendidikan. Program Era Head Start* menjadi model dalam mengaitkan praktik-praktik akademik atau kognitif yang dimulai sejak usia dini. Kondisi ini melahirkan gagasan Gardner yang cemerlang dan diberi judul The Mind’s New Science:  A History Of The Cognitive Revolution. Gagasan ini menjelaskan bahwa otak bisa diwakili dengan beragam variasi bahasa mental yang disebut representasi mental.
Gardner mengkaji ulang kerja otak dengan cara mengorganisasikan cara berpikir. Dia mengamati kemampuan individu memimpin sehingga individu tersebut mampu mengalirkan kegagalan menjadi kesuksesan hidup. Enam puluh enam tahun setelah Alfred Binet adalah tepatnya 1983,[8] Dr. Howard Gardner, psikolog dan pakar ilmu saraf dari Universitas Harvard, AS mengemukakan teori tentang kecerdasan,[9] dalam bukunya Frames Of Mind[10] yang kemudian dikenal dengan Multiple Intelligence Theory. Inti penekanan Gardner dalama melakukan definisi ulang kecerdasan Binet adalah tes IQ tidak manusiawi dan tidak mampu mengukur kreativitas serta pemecahan masalah seseorang. Selain itu menurutnya, tes IQ sempit dan tidak mengikuti perkembangan budaya, juga rasialis dan tidak dinamis karena hanya mengukur disability. Indikator keberhasilan seorang Agatha Christie (legenda Inggris: seorang penulis novel terkenal) yang mengidap learning disability menjadi contoh. Gardner menyebutkan bahwa Christie memiliki kecerdasan linguistik. Walalupun Christie didiagnosis mengidap learning disability, berkat pola kerja Multiple Intelligences yang discovering ability dan right place, Christie mampu menemukan kondisi akhir terbaiknya sebagai penulis.[11]
Dalam pandangan Gardner, setiap jenis inteligensi majemuk terhubung dengan sistem independen di dalam otak. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa mungkin terdapat jenis inteligensi yang lebih, seperti inteligensi eksistensial, yang melibatkan proses identifikasi dan berpikir mengenai pertanyaan fundamental tentang eksisntensi manusia.
Meskipun Gardner mengilustrasikan konsepnya mengenai jenis spesifik dari inteligensi dengan deskripsi dari orang-orang yang dikenal, setiap orang memiliki delapan jenis inteligensi dengan deskripsi dari orangorang yang dikenal, setiap orang memiliki delapan jenis inteligensi dalam tingkat yang berbeda-beda. Selain itu, meskipun delapan jenis inteligensi dasar yang ditampilkan secara individual, Gardner menyatakan bahwa inteligensi yang terpisah-pisah ini tidak bekerja sendiri-sendiri. Normalnya, aktivitas apa pun meliputi beberapa jenis inteligensi yang saling bekerja sama.
Konsep inteligensi majemuk telah mengarah pada tes inteligensi yang mencakup pertanyaan di mana bisa saja terdapat lebih dari satu jawaban yang benar; hal ini memberikan kesempatan bagi individu yang mengikuti tes untuk memperlihatkan cara berpikir kreatifnya. Sebagai tambahan, banyak pendidik, menganut paham inteligensi majemuk, telah merancang kelas pembelajaran yang bertujuan untuk menampilkan berbagai aspek dari inteligensi.[12]

C.    Macam-Macam Kecerdasan Jamak
Dalam teori yang diajukan oleh Howard Gardner ini dinyatakan bahwa inteligensi itu bukan satu, melainkan 7 atau 8 macam. Setiap orang mempunyai kekuatan/kelebihannya masing-masing. Ada yang kuat di satu atau beberapa cabang inteligensi, tetapi tidak mungkin pandai disegala bidang. Jenis-jenis inteligensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:[13]
1.      Kecerdasan linguistik (Verbal Linguistic Intelligence) adalah kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan kata-kata atau penggunaan bahasa untuk mengekspresikan makna. Pekerjaan: penulis cerita, wartawan, dan pembicara.[14]
a.       Figur terkenal
Winston Churchill, Adolf Hittler, Miing Bagito, Eko Patrio, Mira W., Shidney Sheldon, Akbar Tanjung, K.H. Zainudin M.Z., Jalaludin Rumi, Emha Ainun Najib, Abdurrahman Wahid, dan masih banyak lagi.
b.      Ciri  yang menonjol
Sensitif terhadap pola, teratur, sistematis, mampu berargumentasi, suka membaca, suka mendengarkan, suka permainan kata, punya ingatan tajam tentang hal-hal sepele, pembicara publik, jago debat yang andal, dan suka menulis.
c.       Cara mudah dalam belajar
Bercerita, permainan kosa kata, wawancara, padukan menulis dan membaca, debat, diskusi, gunakan, jurnal, buat-edit majalah dinding, permainan ingatan, baca tulis lelucon.[15]
2.      Kecerdasan logika-matematis (Logical mathematical Intelligence) yaitu  jenis kecerdasan ini dapat membantu seseorang menemukan solusi persoalan yang melibatkan perhitungan angka. Kecerdasan matematis adalah kemampuan untuk menggunakan angka dengan baik dan penalaran dengan benar. Kecerdasan matematis sendiri memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara logika, memahami, dan menganalisis pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Selanjutnya, Buzan (2003) menambahkan, bahwa kecerdasan matematis adalah kemampuan otak untuk bermain sulap dengan “alfabet” angka-angka. Salah satu kekeliruan yang sering dilakukan oleh banyak anak, ketika mulai mempelajari angka adalah mengira ada jutaan, miliaran bahkan tak terhingga banyaknya angka yang harus mereka pelajari: 1,2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0. Angka yang lain sekedar kombinasi angka ini. Jadi yang perlu dikerjakan siswa untuk memiliki kecerdasan matematis adalah memahami fakta ini, kemudian mempelajari beberapa operasi perhitungan yang amat sederhana.[16] Kecerdasan logistic-matematis menurut Gardner bukanlah kebutuhan yang superior dibandingkan dengan kecerdasan-kecerdasan lain. Kecerdasan pada dasarnya sama dan tidak saling mengalahkan atas lainnya. Setiap kecerdasan mempunyai mekanismenya sendiri serta setiap kecerdasan punya prinsip tersendiri.[17] Contoh profesi yang tepat: dokter, akuntan, statistician, information technology, e-commerce, in-vestment consultant, security analyst, dan lain-lain.[18]
a.       Figur terkenal
Mariam Diamond (professor neuroanatomi), Albert Einstein, Michael Faraday, Stephen Hawking, Al-Khwarijmi, Isaac Newton, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Suka berpikir abstrak, kecermatan dan ketepatan menjadi hal utama, suka berhitung, suka data, angka, dan fakta, menggunakan struktur logis, suka komputer, suka memecahkan masalah, sangat suka bereksperimen secara logis, suka mencatat secara teratur, suka keadaan serba teratur.
c.       Cara mudah dalam belajar
Rangsang dengan pemecahan masalah, lakukan permainan berhitung dengan komputer, analisis dan interpretasikan data, gunakan logika, beri eksperimen praktis, gunakan prediksi, padukan matematika dengan mata pelajaran lain, miliki tempat untuk menghimpun semua hal, gunakan berpikir deduktif, biarkan segala sesuatu diselesaikan secara bertahap, gunakan komputer untuk lembar kerja dan perhitungan.[19]
3.      Kecerdasan visual-spasial (Visual spatial Intelligence) yaitu cara pandang dalam proyeksi tertentu dan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi imajinasi, misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan melakukan percobaan sederhana. Kondisi akhir terbaik adalah perancang, seniman, pelukis, pembuat patung, pengamat seni, pilot, arsitek, ahli strategi, perancang bangunan, pecatur, guru gambar, desainer, videografer, sutradara, koreografer, guru tari, fotografer, montir, teknisi, kaligrafer, pembatik, pemburu, pemandu.[20]
a.       Figur yang terkenal
Leonardo Da Vinci, Pablo Vicasso, Van Gough, Affandi, Basuki Abdullah, Raden Saleh, Ramli, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Berpikir dengan gambar, suka menggambar, melukis, memahat, membaca peta, melihat warna, memiliki indra konfiguratif, menggunakan metafora, menghasilkan citra mental.
c.       Cara mudah dalam belajar
Gunakan gambar, buat coretan dan simbol, sediakan media gambar, padukan seni dengan mata pelajaran lain, gunakan Peta Pikiran, lakukan visualisasi, belajar melalui video, VCD/DVD, buat poster, gunakan mimik, berpindah-pindah ruangan untuk mendapatkan perspektif, tandai warna, gambar diagram.[21]
Anak belajar secara visual untuk mengumpulkan ide-ide. Mereka lebih berpikir secara konseptual (holistik) untuk memahami sesuatu. Kemampuan melihat “sesuatu” di dalam kepala mereka mampu membuat mereka pandai memecahkan masalah atau berkreasi.[22]
4.      Kecerdasan gerak tubuh (Bodily-kinesthetic Intelligence) yaitu merujuk pada pengontrolan semua untuk sebagian tubuh orang untuk melaksanakan gerakan.[23] Menurut Gardner, seseorang yang punya kemampuan menggunakan seluruh tubuh mereka atau paling tidak hanya sebagian dari tubuh, seperti tangan, untuk memecahkan masalah merupakan pengembangan dari kecerdasan kinestetis.[24]
a.       Figur terkenal
Mozart, Beethoven, Bach, Kitaro, Purwa Caraka, Kris Dayanti, Venessa Mae, Adhie M.S, Trie Utami, Kyai Kanjeng Emha Ainun Najib, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Sensitif terhadap nada, irama, kekuatan emosi musik, susunan musik yang rumit, bisa jadi amat spiritual.
c.       Cara mudah dalam belajar
Bermain alat musik, belajar lewat lagu, gunakan konser pasif dalam belajar, belajar diiringi musik barok,[25] ubah suasana hati dengan musik, mengarang atau mencipta lagu, bergabung dengan kelompok paduan suara, dsb.[26]
5.      Kecerdasan musikal (Musical) yaitu kemampuan memahami, menciptakan atau menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, memiliki kepekaan terhadap irama. Contoh kecerdasan ini adalah bermain alat musik, bernyanyi, mencipta lagu, dan lain-lain.[27] Menurut Gardner, kecerdasan musik merupakan bentuk bakat manusia yang paling awal muncul. Gardner menyatakan bahwa keahlian di bidang musik bergantung pada bertambahnya pengalaman hidup sehingga mungkin saja seorang anak berusia 3 tahun mampu mengenali nada-nada lagu yang didengarnya.[28] Tipe kecerdasan ini berkembang dengan sangat baik pada musisi, penyanyi, dan composer.[29]
a.       Figur terkenal
Michael Jordan, Muhammad Ali, David Copperfield, Joddie Foster, Sharon Stone, Tom Hanks, Matt Biond, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Memiliki daya kontrol tubuh yang luar biasa, respons yang terlatih, suka menggunakan manipulasi, bermain-main dengan objek, berpikir mekanis, mahir dalam kerajinan tangan, belajar efektif dengan bergerak, suka bermain, belajar dengan melibatkan diri dalam proses belajar, gampang mengingat apa yang dilakukan bukan yang dilihat atau didengar, refleks yang sempurna.
c.       Cara mudah dalam belajar
Gunakan latihan fisik yang menggunakan Anda sebagai objek, dramatisasi dalam proses belajar, gunakan model, mesin, Lego, kerajinan tangan, Origami, gunakan permainan kelas dan perjalanan lapangan (field trip), gunakan gerak untuk belajar, gunakan tarian untuk belajar.[30]
6.      Kecerdasan empati (Interpersonal Intelligence) yaitu kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.[31] “Bekerja sama untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin” merupakan kalimat yang menunjukkan prinsip kerja kecerdasan interpersonal. Ciri khas seseorang yang punya kecerdasan ini: dia merasa nyaman saat interaksi dengan perbedaan yang timbul, dipahami sebagai kesempurnaan interaksi. Murid dengan kemampuan ini punya kemampuan memengaruhi teman sebaya, kadang mereka lebih menonjol dalam kelompoknya. Biasanya, mereka juga mampu menjalin interaksi dengan orang yang lebih tua atau yang lebih muda. Poin penting dari kecerdasan interpersonal lebih mengutamakan kolaborasi dan kerja sama.[32]
a.       Tokoh
Akbar Tanjung (politikus), Dr. Jose Rizal (relawan MER-C/pekerjaan sosial), Jusuf Kalla (negosiator dan wakil Presiden RI), Herdin Nurdin (manajer marketing produk GLC Indonesia), Aprilianto Winahyo (agen penjualan), Muhammad Warsita Waris (pelobi/guru).[33]
b.      Ciri yang menonjol
Kemampuan negosiasi yang tinggi, mahir dalam berhubungan dengan orang lain, mampu membaca perasaan dan keinginan orang lain, menikmati kegiatan bersama, suka bekerja sama, memiliki jaringan persahabatanyang banyak, menikmati berada di tengah-tengah orang lain, membaca situasi sosial dengan baik.
c.       Cara mudah dalam belajar
Lakukan aktivitas belajar bersama, beri banyak waktu rehat untuk bersosialisasi, gunakan keterampilan berhubungan dan komunikasi, adakan pesta perayaan belajar, bekerja dalam tim, belajar lewat layanan, ajari orang lain, gunakan sebab akibat, lakukan pembicaraan pasangan di telepon, jadikan proses belajar yang mengasyikkan.[34]
Kecerdasan interpersonal berkaitan erat dengan orang. Secara langsung atau tidak, para guru yang mengelompokkan siswa-siswanya dalam kegiatan belajar mengajar telah mendorong untuk memunculkan kecerdasan interpersonal para siswa mereka. Akhirnya, banyak guru yang merasa tidak maksimal dalam mengajar, jika tidak mengelompokkan siswa-siswanya, baik berpasangan atau lebih dari dua orang per kelompok.[35]
7.      Kecerdasan Paham Diri (Intrapersonal Intelligence)
Kemampuan untuk menganalisis atau memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Termasuk di dalamnya mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, suasana hati, dan keinginan diri.[36] Linda Campbell menyebutkan bahwa kecerdasan intrapersonal merupakan hakikat untuk memahami diri kita sendiri yang kemudian berdampak pada pemahaman pada orang lain, yang di antaranya mencakup:
a.       kelebihan dan kekurangan diri kita.
b.      Needs for achievement (kebutuhan untuk berprestasi) yang timbul dari refleksi diri, motivasi, etika/moral kepribadian, empati, dan altruism.
c.       Sifat mementingkan orang lain yang ditimbulkan oleh kesadaran diri.
Tanpa sumber-sumber batin, sulit untuk membangkitkan kehidupan yang produktif dan membahagiakan. Pada intinya, kecerdasan intrapersonal memberikan wawasan agar kita menjadi diri sendiri, bukan membuat kamuflase diri sendiri untuk menjadi orang lain. Di antara banyak kasus, banyak orang merekayasa penampilan luar mereka untuk menjadi bukan dirinya sendiri. Pada dasarnya, kecerdasan intrapersonal mengajak kita untuk merenungkan tujuan hidup sendiri dan percaya kepada diri sendiri. Para peneliti bidang genetika sangat yakin bahwa ketika dilahirkan ke dunia, kecerdasan intrapersonal seseorang telah berkembang dari sebuah kombinasi genetis. Namun, pengalaman dan lingkunganlah yang akhirnya menentukan kualitas kecerdasan intra personal. Kecerdasan intrapersonal bisa dibangun oleh interaksi hubungan social dan lingkungannya sehingga memperkaya pengalaman pribadi seseorang. Dengan demikian, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal saling bergantung.[37]
Contoh kecerdasan ini: kepercayaan diri. Contoh profesi yang tepat: psikolog, trainer, dan filsuf.[38]
a.       Tokoh
Mario Teguh, Ari Ginanjar Agustian (motivator), K.H. Abdullah Gymnastiar, Ust. Muhammad Arifin Ilham, Franz Magnis Suseno, J.B. Mangunwidjaya (pemimpin agama), Prof. Dr. H. Dadang Hawari (psikiater), SarlitoWirawan (psikolog).[39]
b.      Ciri yang menonjol
Sadar diri, sensitif terhadap nilai diri, tujuan hidup, perasaan diri, memiliki kemampuan pengendalian diri yang baik, motivasi diri yang baik, suka menyendiri, ingin tampil beda dari kebanyakan orang, suka keheningan, sadar akan kekuatan dan kelemahan diri.
c.       Cara mudah dalam belajar
Lakukan pembicaraan dari hati ke hati, lakukan pengembangan diri untuk mendobrak rintangan belajar, belajar di tempat kesunyian dan keheningan, beri waktu untuk refleksi diri, meditasi atau yoga, lakukan studi mandiri, buat catatan harian, ajarkan bertanya, ajarkan penguatan diri, diskusikan dan refleksikan apa yang Anda alami dan rasakan, beri kebebasan berbeda dikelompoknya, lakukan aktivitas tanya jawab.[40]
8.      Kecerdasan alam (naturalist Intelligence) yaitu kemampuan mengobservasi pola-pola alam dan memahami sistem alamiah atau sistem buatan manusia. Pekerjaan: Petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli taman,[41] dokter hewan, jagawana (polisi kehutanan), aktivis lingkungan dan hewan, holtikulturis serta peneliti.
a.       Tokoh
Edwin Norman dan Didik Syamsu (pendaki gunung/keduanya sudah meninggal saat menaklukkan puncak tertinggi di Amerika Selatan), Uli Sigar Rusady (anggota LSM lingkungan/pencinta alam), Erma Widyasti (mikrobiologis/penyayang hewan), Suratman (pembuat biopori/florist), Prof. Dr. Soleh Kosela dan Dr. Herry Cahyana (peneliti kandungan kimia bahan alam) dan almarhum Mbah Marijan (juru kunci gunung Merapi).[42]
b.      Ciri yang menonjol
Suka spontanitas, suka suasana yang rileks dan santai, senang mencoba segala sesuatu, pengambil resiko, berpikir spekulatif, suka berpetualang mencari sesuatu yang baru dan dapat menguntungkan banyak orang, dsb.
c.       Cara mudah belajar
Belajar di luar kelas atau di alam/lapangan, belajar sambil bepergian ke suatu tempat, belajar praktis dan menantang.[43]
Jadi dari macam-macam tipe yang dikemukakan diatas, menyatakan bahwa setiap anak mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga kita tidak bisa menganggap bahwa anak yang lemah dalam bidang akademiknya merupakan anak yang tidak cerdas karena mungkin saja ia memiliki kecerdasan dalam bidang yang lainya, yang menjadikan ia ahli terhadap apa yang ia miliki.
Menurut Gardner, setiap orang memiliki semua tipe kecerdasan tersebut, tetapi dalam tingkatan yang bervariasi. Akibatnya, kita cenderung mempelajari dan memproses informasi dengan cara yang berbeda-beda. Orang mampu belajar dengan baik ketika mereka dapat mengaplikasikan keunggulan kecerdasan mereka dalam tugas ini.
Penerapan teori Gardner tentang kecerdasan ganda dalam pendidikan anak adalah memungkinkan mereka menemukan dan mengeksplorasi bidang-bidang dimana mereka memiliki keingintahuan dan bakat alami. Menurut Garner, seandainya para guru memberi anak-anak kesempatan untuk menggunakan tubuh, imajinasi, dan indra mereka, hampir setiap siswa akan menemukan bahwa dirinya sangatlah ahli dalam suatu hal tertentu.
Bahkan seorang siswa yang tidak memahami satu bidang ilmupun akan menemukan bahwa dirinya memiliki kekuatan-kekuatan yang setara dengan orang lain. Seperti di Key School di Indianapolis, setiap siswa dipaparkan pada materi-materi yang didesain untuk menstimulasi keahlian bahasa, matematika dan permainan fisik. Terlebih lagi, mereka didorong untuk memahami diri sendiri dan orang lain.[44]

D.    Aspek yang Mempengaruhi Kecerdasan
Kecerdasan merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugrah ini mampu menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini. Istilah kecerdasan sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ diatas rata-rata, pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu: kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman, dan nilai-nilai budaya yang berkembang.
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan, yaitu:
  1. Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.
  1. Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungannya yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan membuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkaran yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.
  1. Kemauan dan keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.
  1. Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.
  1. Gaya hidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makna, jam tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan mendengarkan musik mozart.
  1. Aktivitas belajar dan kegiatan harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan pengalaman belajar yang dipadukan dengan penegtahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat. Implikasi dari model belajar terpadu melalui aktivitas dan pengalaman nyata pada intinya menyerukan perubahan fundamental dalam praktek bersekolah-di-rumah yang bersifat paedagogis dengan rangkaian pengembangan kemampuan majemuk melalui kebiasaan dan pengalaman yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam konteks pembelajaran di rumah, aktivitas merupakan pengalaman itu sendiri yang dibangun berdasarkan nilai-nilai, kebiasaan, tindakan, kerjasama, dan keputusan yang dirangkaikan melalui pola hubungan positif dengan keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Pelatihan bukan upaya menerampilkan suatu kemampuan tertentu kepada sebagian kelompok masyarakat, tetapi membangun kemampuan belajar berinteraksi dan merencanakan perubahan ke depan.
Pembelajaran dirancang agar orang tua sebagai fasilitator mampu menentukan gaya belajar dan mengaktulisasikan potensi anak secara bersamaan serta memberikan dampak kepada pembentukan kemampuan yang lebih luas.[45]




















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Jadi, dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk. Kecerdasan jamak merupakan berbagai kemampuan yang dimiliki setiap individu dengan tingkatan yang berbeda-beda. Adapun tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak yang cukup terkenal adalah gagasan Dr. Howard Gardner yang cemerlang dan diberi judul The Mind’s New Science:  A History Of The Cognitive Revolution.
Dalam teori yang diajukan oleh Howard Gardner terdapat macam-macam kecerdasan jamak, diantaranya:
1) Kecerdasan linguistik (Verbal Linguistic Intelligence),
2) Kecerdasan logika-matematis (Logical mathematical Intelligence),
3) Kecerdasan visual-spasial (Visual spatial Intelligence),
4) Kecerdasan gerak tubuh (Bodily-kinesthetic Intelligence),
5) Kecerdasan musical (Musical),
6) Kecerdasan empati (Interpersonal Intelligence),
7) Kecerdasan Paham Diri (Intrapersonal Intelligence),
8) kecerdasan alam (naturalist intelligence).
Selain itu, adapun aspek-aspek yang mempengaruhi kecerdasan, yaitu: 1) Pengalaman,
2) Lingkungan,
3) Kemauan dan keputusan,
4) Bawaan,
5) Gaya hidup,
6) Aktivitas belajar dan kegiatan harian

B.     Saran
Setelah kita mengetahui tentang keceradasan jamak, maka penulis memberikan saran kepada orang tua untuk memperhatikan kecerdasan jamak yang dimiliki anaknya dengan cara:
  1. Memandang anak sebagai individu yang terlahir cerdas.
  2. Mengidentifikasi kecerdasan anak sesuai dengan kegiatan yang biasanya dilakukan sehari-hari.
  3. Memfasilitasi anak dengan kecerdasan yang dimiliki.
  4. Jangan pernah menghalangi atau mematikan kecerdasan jamak anak dengan berbagai larangan dan mitos.
  5. Arahkan anak anda agar dapat mengembangkan kecerdasan jamak yang ia miliki dengan berbagai media.
  6. Berikan motivasi agar anak dapat mengembagkan kecerdasan jamak yang dimilikinya.
Adapun saran kepada guru  untuk menciptakan suasana belajar yang mengembangkan semua kecerdasan, diantaranya :
1.      Mengaktifkan seluruh indera anak didik
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan seluruh indera anak didik, yaitu sebagai berikut.
a.       Melatih cara mendengar yang efektif.
b.      Melatih mata untuk membaca cepat dan efektif.
c.       Melatih keterampilan menulis atau membuat catatan yang cepat dan tepat.
2.      Melatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Mengidentisifikasi intelegensi anak didik.
b.      Menyusun rencana pelajaran yang dapat mengembangkan beberapa kecerdasan.
3.      Melatih silang intelegensi/kecerdasan yang berbeda
Melatih silang kecerdasan dapat dilakukan dengan membangun stasiun-stasiun kecerdasan untuk setiap jenis kecerdasan yang berbeda. Yang dimaksud stasiun disini adalah semacam display dengan memanfaatkan sudut-sudut/ruang-ruang yang mudah terlihat oleh anak didik ke segala arah.
4.      Gunakan berbagai strategi dan metode untuk mengembangkan kecerdasan jamak siswa
Adapun saran bagi sekolah adalah agar sekolah memberikan pelayanan keanekaragaman kecerdasan siswa yang memadai dalam hal sarana dan prasarana demi tercapainya proses belajar mengajar yang efektif.




















DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter. Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung.Yrama Widya. cet ke-1.

Azwar, Saifuddin. 2014. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. cet. ke-4.

Chatib, Munif, dkk. 2012. Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan Jamak Dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung. Kaifa. cet. ke-1.

Davis, Gary A. 2012. Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan. Jakarta.Indeks.

Feldman, Robert S. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology. Jakarta. Salemba Humanika.

Hastuti. 2012. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta. Tugu Publisher. cet. ke-1.

Hidayah, Rifa. 2009. Psikologi Pengasuhan Anak. Malang. UIN Malang Press. cet. ke-1.

King, Laura A. 2010. Psikologi Umum. Jakarta. Salemba Humanika.

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2010. Taksonomi Berpikir. Bandung. Remaja Rosdakarya. cet. ke-1.

Martin, M. Andrea, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Millenium. Surabaya. Karina.

Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Remaja Rosdakarya. cet. ke-26.

Ramadhy, Sufyan, dkk. 2010. Bagaimana Mengembangkan Kecerdasan? (Metode Baru Untuk Mengoptimalkan Fungsi Otak Manusia). Bandung. Sarana Panca Karyanusa.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta. Erlangga.

Sarwono, Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta. Rajawali Press. ed. rev.

Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara. cet. ke-4.

Winarno. 2012. Psikologi Perkembangan Anak. Tt. Platinum. cet. ke-1.

Yudhawati, Ratna, dkk. 2011. Teori-teori Psikologi Pendidikan. Jakarta. Prestasi Pustaka.





[1]Hamzah B. Uno, Orientasi Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. ke-4, h.60
[2]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2013), cet. ke-26, h.52
[3]Hamzah B. Uno, Loc. Cit.
[4]Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), cet. ke-1, h.71
[5]Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), cet. k-4, h.41
[6]M. Andrea Martin dan F.V Bhaskara, Kamus Besar Bahasa Indonesia Millenium, (Surabaya: Karina, 2002), h.244
[7]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan Jamak Dan Pendidikan Berkeadilan, (Bandung: Kaifa, 2012), cet. ke-1, h.78
[8]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.71
[9]Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), cet. ke-1, h.71
[10]Wowo Sunaryo Kuswana, Op.Cit., h.70
[11]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Loc.Cit.
[12]Robert S. Feldman, Pengantar Psikologi: Understanding Psychology, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.346
[13]Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), ed. Rev, h.93
[14]Laura A. King, Psikologi Umum, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.38
[15]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Bagaimana Mengembangkan Kecerdasan? (Metode Baru Untuk Mengoptimalkan Fungsi Otak Manusia), (Bandung: Sarana Panca Karyanusa, 2010), h.166
[16]Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, (Malang: UIN Malang Press, 2009), cet. ke-1, h.124
[17]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.85
[18]Zainal Aqib, Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa, (Bandung: Yrama Widya, 2011), cet ke-1, h.58
[19]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.167
[20]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.88
[21]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.167-168
[22]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.89
[23]Gary A. Davis, Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan, ( Jakarta: Indeks, 2012), h.60
[24]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.90
[25]Musik yang menunjukkan sebuah tragedi.
[26]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.168
[27]Zainal Aqib, Op. Cit., h.59
[28]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.93
[29]Rifa Hidayah, Loc.Cit.
[30]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.169
[31]Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-teori Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h.234
[32]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Loc. Cit.
[33]Ibid., h.94
[34]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.169-170
[35]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.95
[36]Zainal Aqib, Loc.Cit.
[37]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.96
[38]Zainal Aqib, Op.Cit., h.59-60
[39]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.97
[40]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.170
[41]John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h.323
[42]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.99
[43]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.171
[44]John W. Santrock. Loc cit.
[45]Winarno, Psikologi Perkembangan Anak, (tt: Platinum, 2012), cet. ke-1, h.80-85BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dulu keberhasilan seseorang untuk masa depan diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal dulu kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Padahal di otak kita terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual. Contohnya dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam praktek anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih tradisional. Hal ini juga diungkapkan oleh pakar perkembangan dan pemerhati anak, Seto Mulyadi.
Setelah adanya kekeliruan di pendidikan Indonesia dalam peningkatan kecerdasan anak. Padahal sekolah–sekolah swasta telah menjamur dimulai dari sekolah kanak-kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat yang tertinggi perguruan tinggi. Dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah seharusnya tingkat pendidikan Indonesia semakin professional, tapi kenyataannya masih tetap dalam pendidikan pengembangan yang tradisional.
Dengan adanya kekeliruan tentang kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu matematika (logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga meliputi beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musikal, visual-spatial, interpersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard Gardner tahun 1983. Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai kecerdasan jamak di makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Dari berbagai latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1.      Apa pengertian kecerdasan jamak?
2.      Siapa tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak?
3.      Apa saja macam-macam kecerdasan jamak?
4.      Faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan?
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui kecerdasan jamak.
2.      Untuk mengetahui tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak.
3.      Untuk mengetahui macam-macam kecerdasan jamak.
4.      Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kecerdasan.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kecerdasan Jamak
Dalam Psikologi, dikemukakan bahwa intelligence, yang dalam bahasa Indonesia disebut inteligensi atau kecerdasan berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata. Akan tetapi, kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain.[1] Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.[2] Oleh karena itu, inteligensi atau kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu
1.      Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan;
2.      Kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan;
3.      Kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritism.[3]
   Menurut Gardner, kecerdasan adalah potensi biopsychological untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam pengaturan budaya untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam suatu budaya. Gardner mengungkapkan bahwa diaktifkan atau tidak kecerdasan tersebut tergantung pada nilai-nilai budaya tertentu, kesempatan yang tersedia dalam budaya, dan keputusan pribadi yang diputuskan oleh individu dan atau mereka dalam keluarga, guru, sekolah dan masyarakat.[4]
Dalam usahanya melakukan identifikasi terhadap inteligensi, Gardner menggunakan beberapa macam kriteria, yaitu
1.      Pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior,
2.      Informasi mengenai kerusakan otak,
3.      Studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar, juga individu idiot savant, dan orang-orang autistik
4.      Data psikometrik, dan
5.      Studi pelatihan psikologis.[5]
Dari segi etimologi, jamak berarti banyak atau lebih dari satu.[6] Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari satu. Setiap kecerdasan punya perkembangan sendiri, tumbuh dan menjelma dalam kurun waktu berbeda untuk setiap individu. Dinamika teori Multiple Intelligences Gardner bersifat jamak: bermakna banyak dan luas, menandakan kecerdasan pada hakikatnya tidak terbatas.[7]
Jadi, dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk. Kecerdasan jamak merupakan berbagai kemampuan yang dimiliki setiap individu dengan tingkatan yang berbeda-beda.

B.     Tokoh yang Mencetuskan Teori Kecerdasan Jamak
Pada 1960, di Amerika Serikat terjadi revolusi pendidikan dan otak menjadi bahasan utama reformasi pendidikan. Program Era Head Start* menjadi model dalam mengaitkan praktik-praktik akademik atau kognitif yang dimulai sejak usia dini. Kondisi ini melahirkan gagasan Gardner yang cemerlang dan diberi judul The Mind’s New Science:  A History Of The Cognitive Revolution. Gagasan ini menjelaskan bahwa otak bisa diwakili dengan beragam variasi bahasa mental yang disebut representasi mental.
Gardner mengkaji ulang kerja otak dengan cara mengorganisasikan cara berpikir. Dia mengamati kemampuan individu memimpin sehingga individu tersebut mampu mengalirkan kegagalan menjadi kesuksesan hidup. Enam puluh enam tahun setelah Alfred Binet adalah tepatnya 1983,[8] Dr. Howard Gardner, psikolog dan pakar ilmu saraf dari Universitas Harvard, AS mengemukakan teori tentang kecerdasan,[9] dalam bukunya Frames Of Mind[10] yang kemudian dikenal dengan Multiple Intelligence Theory. Inti penekanan Gardner dalama melakukan definisi ulang kecerdasan Binet adalah tes IQ tidak manusiawi dan tidak mampu mengukur kreativitas serta pemecahan masalah seseorang. Selain itu menurutnya, tes IQ sempit dan tidak mengikuti perkembangan budaya, juga rasialis dan tidak dinamis karena hanya mengukur disability. Indikator keberhasilan seorang Agatha Christie (legenda Inggris: seorang penulis novel terkenal) yang mengidap learning disability menjadi contoh. Gardner menyebutkan bahwa Christie memiliki kecerdasan linguistik. Walalupun Christie didiagnosis mengidap learning disability, berkat pola kerja Multiple Intelligences yang discovering ability dan right place, Christie mampu menemukan kondisi akhir terbaiknya sebagai penulis.[11]
Dalam pandangan Gardner, setiap jenis inteligensi majemuk terhubung dengan sistem independen di dalam otak. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa mungkin terdapat jenis inteligensi yang lebih, seperti inteligensi eksistensial, yang melibatkan proses identifikasi dan berpikir mengenai pertanyaan fundamental tentang eksisntensi manusia.
Meskipun Gardner mengilustrasikan konsepnya mengenai jenis spesifik dari inteligensi dengan deskripsi dari orang-orang yang dikenal, setiap orang memiliki delapan jenis inteligensi dengan deskripsi dari orangorang yang dikenal, setiap orang memiliki delapan jenis inteligensi dalam tingkat yang berbeda-beda. Selain itu, meskipun delapan jenis inteligensi dasar yang ditampilkan secara individual, Gardner menyatakan bahwa inteligensi yang terpisah-pisah ini tidak bekerja sendiri-sendiri. Normalnya, aktivitas apa pun meliputi beberapa jenis inteligensi yang saling bekerja sama.
Konsep inteligensi majemuk telah mengarah pada tes inteligensi yang mencakup pertanyaan di mana bisa saja terdapat lebih dari satu jawaban yang benar; hal ini memberikan kesempatan bagi individu yang mengikuti tes untuk memperlihatkan cara berpikir kreatifnya. Sebagai tambahan, banyak pendidik, menganut paham inteligensi majemuk, telah merancang kelas pembelajaran yang bertujuan untuk menampilkan berbagai aspek dari inteligensi.[12]

C.    Macam-Macam Kecerdasan Jamak
Dalam teori yang diajukan oleh Howard Gardner ini dinyatakan bahwa inteligensi itu bukan satu, melainkan 7 atau 8 macam. Setiap orang mempunyai kekuatan/kelebihannya masing-masing. Ada yang kuat di satu atau beberapa cabang inteligensi, tetapi tidak mungkin pandai disegala bidang. Jenis-jenis inteligensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:[13]
1.      Kecerdasan linguistik (Verbal Linguistic Intelligence) adalah kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan kata-kata atau penggunaan bahasa untuk mengekspresikan makna. Pekerjaan: penulis cerita, wartawan, dan pembicara.[14]
a.       Figur terkenal
Winston Churchill, Adolf Hittler, Miing Bagito, Eko Patrio, Mira W., Shidney Sheldon, Akbar Tanjung, K.H. Zainudin M.Z., Jalaludin Rumi, Emha Ainun Najib, Abdurrahman Wahid, dan masih banyak lagi.
b.      Ciri  yang menonjol
Sensitif terhadap pola, teratur, sistematis, mampu berargumentasi, suka membaca, suka mendengarkan, suka permainan kata, punya ingatan tajam tentang hal-hal sepele, pembicara publik, jago debat yang andal, dan suka menulis.
c.       Cara mudah dalam belajar
Bercerita, permainan kosa kata, wawancara, padukan menulis dan membaca, debat, diskusi, gunakan, jurnal, buat-edit majalah dinding, permainan ingatan, baca tulis lelucon.[15]
2.      Kecerdasan logika-matematis (Logical mathematical Intelligence) yaitu  jenis kecerdasan ini dapat membantu seseorang menemukan solusi persoalan yang melibatkan perhitungan angka. Kecerdasan matematis adalah kemampuan untuk menggunakan angka dengan baik dan penalaran dengan benar. Kecerdasan matematis sendiri memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara logika, memahami, dan menganalisis pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Selanjutnya, Buzan (2003) menambahkan, bahwa kecerdasan matematis adalah kemampuan otak untuk bermain sulap dengan “alfabet” angka-angka. Salah satu kekeliruan yang sering dilakukan oleh banyak anak, ketika mulai mempelajari angka adalah mengira ada jutaan, miliaran bahkan tak terhingga banyaknya angka yang harus mereka pelajari: 1,2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0. Angka yang lain sekedar kombinasi angka ini. Jadi yang perlu dikerjakan siswa untuk memiliki kecerdasan matematis adalah memahami fakta ini, kemudian mempelajari beberapa operasi perhitungan yang amat sederhana.[16] Kecerdasan logistic-matematis menurut Gardner bukanlah kebutuhan yang superior dibandingkan dengan kecerdasan-kecerdasan lain. Kecerdasan pada dasarnya sama dan tidak saling mengalahkan atas lainnya. Setiap kecerdasan mempunyai mekanismenya sendiri serta setiap kecerdasan punya prinsip tersendiri.[17] Contoh profesi yang tepat: dokter, akuntan, statistician, information technology, e-commerce, in-vestment consultant, security analyst, dan lain-lain.[18]
a.       Figur terkenal
Mariam Diamond (professor neuroanatomi), Albert Einstein, Michael Faraday, Stephen Hawking, Al-Khwarijmi, Isaac Newton, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Suka berpikir abstrak, kecermatan dan ketepatan menjadi hal utama, suka berhitung, suka data, angka, dan fakta, menggunakan struktur logis, suka komputer, suka memecahkan masalah, sangat suka bereksperimen secara logis, suka mencatat secara teratur, suka keadaan serba teratur.
c.       Cara mudah dalam belajar
Rangsang dengan pemecahan masalah, lakukan permainan berhitung dengan komputer, analisis dan interpretasikan data, gunakan logika, beri eksperimen praktis, gunakan prediksi, padukan matematika dengan mata pelajaran lain, miliki tempat untuk menghimpun semua hal, gunakan berpikir deduktif, biarkan segala sesuatu diselesaikan secara bertahap, gunakan komputer untuk lembar kerja dan perhitungan.[19]
3.      Kecerdasan visual-spasial (Visual spatial Intelligence) yaitu cara pandang dalam proyeksi tertentu dan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi imajinasi, misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan melakukan percobaan sederhana. Kondisi akhir terbaik adalah perancang, seniman, pelukis, pembuat patung, pengamat seni, pilot, arsitek, ahli strategi, perancang bangunan, pecatur, guru gambar, desainer, videografer, sutradara, koreografer, guru tari, fotografer, montir, teknisi, kaligrafer, pembatik, pemburu, pemandu.[20]
a.       Figur yang terkenal
Leonardo Da Vinci, Pablo Vicasso, Van Gough, Affandi, Basuki Abdullah, Raden Saleh, Ramli, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Berpikir dengan gambar, suka menggambar, melukis, memahat, membaca peta, melihat warna, memiliki indra konfiguratif, menggunakan metafora, menghasilkan citra mental.
c.       Cara mudah dalam belajar
Gunakan gambar, buat coretan dan simbol, sediakan media gambar, padukan seni dengan mata pelajaran lain, gunakan Peta Pikiran, lakukan visualisasi, belajar melalui video, VCD/DVD, buat poster, gunakan mimik, berpindah-pindah ruangan untuk mendapatkan perspektif, tandai warna, gambar diagram.[21]
Anak belajar secara visual untuk mengumpulkan ide-ide. Mereka lebih berpikir secara konseptual (holistik) untuk memahami sesuatu. Kemampuan melihat “sesuatu” di dalam kepala mereka mampu membuat mereka pandai memecahkan masalah atau berkreasi.[22]
4.      Kecerdasan gerak tubuh (Bodily-kinesthetic Intelligence) yaitu merujuk pada pengontrolan semua untuk sebagian tubuh orang untuk melaksanakan gerakan.[23] Menurut Gardner, seseorang yang punya kemampuan menggunakan seluruh tubuh mereka atau paling tidak hanya sebagian dari tubuh, seperti tangan, untuk memecahkan masalah merupakan pengembangan dari kecerdasan kinestetis.[24]
a.       Figur terkenal
Mozart, Beethoven, Bach, Kitaro, Purwa Caraka, Kris Dayanti, Venessa Mae, Adhie M.S, Trie Utami, Kyai Kanjeng Emha Ainun Najib, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Sensitif terhadap nada, irama, kekuatan emosi musik, susunan musik yang rumit, bisa jadi amat spiritual.
c.       Cara mudah dalam belajar
Bermain alat musik, belajar lewat lagu, gunakan konser pasif dalam belajar, belajar diiringi musik barok,[25] ubah suasana hati dengan musik, mengarang atau mencipta lagu, bergabung dengan kelompok paduan suara, dsb.[26]
5.      Kecerdasan musikal (Musical) yaitu kemampuan memahami, menciptakan atau menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, memiliki kepekaan terhadap irama. Contoh kecerdasan ini adalah bermain alat musik, bernyanyi, mencipta lagu, dan lain-lain.[27] Menurut Gardner, kecerdasan musik merupakan bentuk bakat manusia yang paling awal muncul. Gardner menyatakan bahwa keahlian di bidang musik bergantung pada bertambahnya pengalaman hidup sehingga mungkin saja seorang anak berusia 3 tahun mampu mengenali nada-nada lagu yang didengarnya.[28] Tipe kecerdasan ini berkembang dengan sangat baik pada musisi, penyanyi, dan composer.[29]
a.       Figur terkenal
Michael Jordan, Muhammad Ali, David Copperfield, Joddie Foster, Sharon Stone, Tom Hanks, Matt Biond, dsb.
b.      Ciri yang menonjol
Memiliki daya kontrol tubuh yang luar biasa, respons yang terlatih, suka menggunakan manipulasi, bermain-main dengan objek, berpikir mekanis, mahir dalam kerajinan tangan, belajar efektif dengan bergerak, suka bermain, belajar dengan melibatkan diri dalam proses belajar, gampang mengingat apa yang dilakukan bukan yang dilihat atau didengar, refleks yang sempurna.
c.       Cara mudah dalam belajar
Gunakan latihan fisik yang menggunakan Anda sebagai objek, dramatisasi dalam proses belajar, gunakan model, mesin, Lego, kerajinan tangan, Origami, gunakan permainan kelas dan perjalanan lapangan (field trip), gunakan gerak untuk belajar, gunakan tarian untuk belajar.[30]
6.      Kecerdasan empati (Interpersonal Intelligence) yaitu kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.[31] “Bekerja sama untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin” merupakan kalimat yang menunjukkan prinsip kerja kecerdasan interpersonal. Ciri khas seseorang yang punya kecerdasan ini: dia merasa nyaman saat interaksi dengan perbedaan yang timbul, dipahami sebagai kesempurnaan interaksi. Murid dengan kemampuan ini punya kemampuan memengaruhi teman sebaya, kadang mereka lebih menonjol dalam kelompoknya. Biasanya, mereka juga mampu menjalin interaksi dengan orang yang lebih tua atau yang lebih muda. Poin penting dari kecerdasan interpersonal lebih mengutamakan kolaborasi dan kerja sama.[32]
a.       Tokoh
Akbar Tanjung (politikus), Dr. Jose Rizal (relawan MER-C/pekerjaan sosial), Jusuf Kalla (negosiator dan wakil Presiden RI), Herdin Nurdin (manajer marketing produk GLC Indonesia), Aprilianto Winahyo (agen penjualan), Muhammad Warsita Waris (pelobi/guru).[33]
b.      Ciri yang menonjol
Kemampuan negosiasi yang tinggi, mahir dalam berhubungan dengan orang lain, mampu membaca perasaan dan keinginan orang lain, menikmati kegiatan bersama, suka bekerja sama, memiliki jaringan persahabatanyang banyak, menikmati berada di tengah-tengah orang lain, membaca situasi sosial dengan baik.
c.       Cara mudah dalam belajar
Lakukan aktivitas belajar bersama, beri banyak waktu rehat untuk bersosialisasi, gunakan keterampilan berhubungan dan komunikasi, adakan pesta perayaan belajar, bekerja dalam tim, belajar lewat layanan, ajari orang lain, gunakan sebab akibat, lakukan pembicaraan pasangan di telepon, jadikan proses belajar yang mengasyikkan.[34]
Kecerdasan interpersonal berkaitan erat dengan orang. Secara langsung atau tidak, para guru yang mengelompokkan siswa-siswanya dalam kegiatan belajar mengajar telah mendorong untuk memunculkan kecerdasan interpersonal para siswa mereka. Akhirnya, banyak guru yang merasa tidak maksimal dalam mengajar, jika tidak mengelompokkan siswa-siswanya, baik berpasangan atau lebih dari dua orang per kelompok.[35]
7.      Kecerdasan Paham Diri (Intrapersonal Intelligence)
Kemampuan untuk menganalisis atau memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Termasuk di dalamnya mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, suasana hati, dan keinginan diri.[36] Linda Campbell menyebutkan bahwa kecerdasan intrapersonal merupakan hakikat untuk memahami diri kita sendiri yang kemudian berdampak pada pemahaman pada orang lain, yang di antaranya mencakup:
a.       kelebihan dan kekurangan diri kita.
b.      Needs for achievement (kebutuhan untuk berprestasi) yang timbul dari refleksi diri, motivasi, etika/moral kepribadian, empati, dan altruism.
c.       Sifat mementingkan orang lain yang ditimbulkan oleh kesadaran diri.
Tanpa sumber-sumber batin, sulit untuk membangkitkan kehidupan yang produktif dan membahagiakan. Pada intinya, kecerdasan intrapersonal memberikan wawasan agar kita menjadi diri sendiri, bukan membuat kamuflase diri sendiri untuk menjadi orang lain. Di antara banyak kasus, banyak orang merekayasa penampilan luar mereka untuk menjadi bukan dirinya sendiri. Pada dasarnya, kecerdasan intrapersonal mengajak kita untuk merenungkan tujuan hidup sendiri dan percaya kepada diri sendiri. Para peneliti bidang genetika sangat yakin bahwa ketika dilahirkan ke dunia, kecerdasan intrapersonal seseorang telah berkembang dari sebuah kombinasi genetis. Namun, pengalaman dan lingkunganlah yang akhirnya menentukan kualitas kecerdasan intra personal. Kecerdasan intrapersonal bisa dibangun oleh interaksi hubungan social dan lingkungannya sehingga memperkaya pengalaman pribadi seseorang. Dengan demikian, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal saling bergantung.[37]
Contoh kecerdasan ini: kepercayaan diri. Contoh profesi yang tepat: psikolog, trainer, dan filsuf.[38]
a.       Tokoh
Mario Teguh, Ari Ginanjar Agustian (motivator), K.H. Abdullah Gymnastiar, Ust. Muhammad Arifin Ilham, Franz Magnis Suseno, J.B. Mangunwidjaya (pemimpin agama), Prof. Dr. H. Dadang Hawari (psikiater), SarlitoWirawan (psikolog).[39]
b.      Ciri yang menonjol
Sadar diri, sensitif terhadap nilai diri, tujuan hidup, perasaan diri, memiliki kemampuan pengendalian diri yang baik, motivasi diri yang baik, suka menyendiri, ingin tampil beda dari kebanyakan orang, suka keheningan, sadar akan kekuatan dan kelemahan diri.
c.       Cara mudah dalam belajar
Lakukan pembicaraan dari hati ke hati, lakukan pengembangan diri untuk mendobrak rintangan belajar, belajar di tempat kesunyian dan keheningan, beri waktu untuk refleksi diri, meditasi atau yoga, lakukan studi mandiri, buat catatan harian, ajarkan bertanya, ajarkan penguatan diri, diskusikan dan refleksikan apa yang Anda alami dan rasakan, beri kebebasan berbeda dikelompoknya, lakukan aktivitas tanya jawab.[40]
8.      Kecerdasan alam (naturalist Intelligence) yaitu kemampuan mengobservasi pola-pola alam dan memahami sistem alamiah atau sistem buatan manusia. Pekerjaan: Petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli taman,[41] dokter hewan, jagawana (polisi kehutanan), aktivis lingkungan dan hewan, holtikulturis serta peneliti.
a.       Tokoh
Edwin Norman dan Didik Syamsu (pendaki gunung/keduanya sudah meninggal saat menaklukkan puncak tertinggi di Amerika Selatan), Uli Sigar Rusady (anggota LSM lingkungan/pencinta alam), Erma Widyasti (mikrobiologis/penyayang hewan), Suratman (pembuat biopori/florist), Prof. Dr. Soleh Kosela dan Dr. Herry Cahyana (peneliti kandungan kimia bahan alam) dan almarhum Mbah Marijan (juru kunci gunung Merapi).[42]
b.      Ciri yang menonjol
Suka spontanitas, suka suasana yang rileks dan santai, senang mencoba segala sesuatu, pengambil resiko, berpikir spekulatif, suka berpetualang mencari sesuatu yang baru dan dapat menguntungkan banyak orang, dsb.
c.       Cara mudah belajar
Belajar di luar kelas atau di alam/lapangan, belajar sambil bepergian ke suatu tempat, belajar praktis dan menantang.[43]
Jadi dari macam-macam tipe yang dikemukakan diatas, menyatakan bahwa setiap anak mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga kita tidak bisa menganggap bahwa anak yang lemah dalam bidang akademiknya merupakan anak yang tidak cerdas karena mungkin saja ia memiliki kecerdasan dalam bidang yang lainya, yang menjadikan ia ahli terhadap apa yang ia miliki.
Menurut Gardner, setiap orang memiliki semua tipe kecerdasan tersebut, tetapi dalam tingkatan yang bervariasi. Akibatnya, kita cenderung mempelajari dan memproses informasi dengan cara yang berbeda-beda. Orang mampu belajar dengan baik ketika mereka dapat mengaplikasikan keunggulan kecerdasan mereka dalam tugas ini.
Penerapan teori Gardner tentang kecerdasan ganda dalam pendidikan anak adalah memungkinkan mereka menemukan dan mengeksplorasi bidang-bidang dimana mereka memiliki keingintahuan dan bakat alami. Menurut Garner, seandainya para guru memberi anak-anak kesempatan untuk menggunakan tubuh, imajinasi, dan indra mereka, hampir setiap siswa akan menemukan bahwa dirinya sangatlah ahli dalam suatu hal tertentu.
Bahkan seorang siswa yang tidak memahami satu bidang ilmupun akan menemukan bahwa dirinya memiliki kekuatan-kekuatan yang setara dengan orang lain. Seperti di Key School di Indianapolis, setiap siswa dipaparkan pada materi-materi yang didesain untuk menstimulasi keahlian bahasa, matematika dan permainan fisik. Terlebih lagi, mereka didorong untuk memahami diri sendiri dan orang lain.[44]

D.    Aspek yang Mempengaruhi Kecerdasan
Kecerdasan merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugrah ini mampu menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini. Istilah kecerdasan sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ diatas rata-rata, pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu: kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman, dan nilai-nilai budaya yang berkembang.
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan, yaitu:
  1. Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.
  1. Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungannya yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan membuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkaran yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.
  1. Kemauan dan keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.
  1. Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.
  1. Gaya hidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makna, jam tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan mendengarkan musik mozart.
  1. Aktivitas belajar dan kegiatan harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan pengalaman belajar yang dipadukan dengan penegtahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat. Implikasi dari model belajar terpadu melalui aktivitas dan pengalaman nyata pada intinya menyerukan perubahan fundamental dalam praktek bersekolah-di-rumah yang bersifat paedagogis dengan rangkaian pengembangan kemampuan majemuk melalui kebiasaan dan pengalaman yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam konteks pembelajaran di rumah, aktivitas merupakan pengalaman itu sendiri yang dibangun berdasarkan nilai-nilai, kebiasaan, tindakan, kerjasama, dan keputusan yang dirangkaikan melalui pola hubungan positif dengan keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Pelatihan bukan upaya menerampilkan suatu kemampuan tertentu kepada sebagian kelompok masyarakat, tetapi membangun kemampuan belajar berinteraksi dan merencanakan perubahan ke depan.
Pembelajaran dirancang agar orang tua sebagai fasilitator mampu menentukan gaya belajar dan mengaktulisasikan potensi anak secara bersamaan serta memberikan dampak kepada pembentukan kemampuan yang lebih luas.[45]




















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Jadi, dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk. Kecerdasan jamak merupakan berbagai kemampuan yang dimiliki setiap individu dengan tingkatan yang berbeda-beda. Adapun tokoh yang mencetuskan teori kecerdasan jamak yang cukup terkenal adalah gagasan Dr. Howard Gardner yang cemerlang dan diberi judul The Mind’s New Science:  A History Of The Cognitive Revolution.
Dalam teori yang diajukan oleh Howard Gardner terdapat macam-macam kecerdasan jamak, diantaranya:
1) Kecerdasan linguistik (Verbal Linguistic Intelligence),
2) Kecerdasan logika-matematis (Logical mathematical Intelligence),
3) Kecerdasan visual-spasial (Visual spatial Intelligence),
4) Kecerdasan gerak tubuh (Bodily-kinesthetic Intelligence),
5) Kecerdasan musical (Musical),
6) Kecerdasan empati (Interpersonal Intelligence),
7) Kecerdasan Paham Diri (Intrapersonal Intelligence),
8) kecerdasan alam (naturalist intelligence).
Selain itu, adapun aspek-aspek yang mempengaruhi kecerdasan, yaitu: 1) Pengalaman,
2) Lingkungan,
3) Kemauan dan keputusan,
4) Bawaan,
5) Gaya hidup,
6) Aktivitas belajar dan kegiatan harian

B.     Saran
Setelah kita mengetahui tentang keceradasan jamak, maka penulis memberikan saran kepada orang tua untuk memperhatikan kecerdasan jamak yang dimiliki anaknya dengan cara:
  1. Memandang anak sebagai individu yang terlahir cerdas.
  2. Mengidentifikasi kecerdasan anak sesuai dengan kegiatan yang biasanya dilakukan sehari-hari.
  3. Memfasilitasi anak dengan kecerdasan yang dimiliki.
  4. Jangan pernah menghalangi atau mematikan kecerdasan jamak anak dengan berbagai larangan dan mitos.
  5. Arahkan anak anda agar dapat mengembangkan kecerdasan jamak yang ia miliki dengan berbagai media.
  6. Berikan motivasi agar anak dapat mengembagkan kecerdasan jamak yang dimilikinya.
Adapun saran kepada guru  untuk menciptakan suasana belajar yang mengembangkan semua kecerdasan, diantaranya :
1.      Mengaktifkan seluruh indera anak didik
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan seluruh indera anak didik, yaitu sebagai berikut.
a.       Melatih cara mendengar yang efektif.
b.      Melatih mata untuk membaca cepat dan efektif.
c.       Melatih keterampilan menulis atau membuat catatan yang cepat dan tepat.
2.      Melatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Mengidentisifikasi intelegensi anak didik.
b.      Menyusun rencana pelajaran yang dapat mengembangkan beberapa kecerdasan.
3.      Melatih silang intelegensi/kecerdasan yang berbeda
Melatih silang kecerdasan dapat dilakukan dengan membangun stasiun-stasiun kecerdasan untuk setiap jenis kecerdasan yang berbeda. Yang dimaksud stasiun disini adalah semacam display dengan memanfaatkan sudut-sudut/ruang-ruang yang mudah terlihat oleh anak didik ke segala arah.
4.      Gunakan berbagai strategi dan metode untuk mengembangkan kecerdasan jamak siswa
Adapun saran bagi sekolah adalah agar sekolah memberikan pelayanan keanekaragaman kecerdasan siswa yang memadai dalam hal sarana dan prasarana demi tercapainya proses belajar mengajar yang efektif.




















DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter. Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung.Yrama Widya. cet ke-1.

Azwar, Saifuddin. 2014. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. cet. ke-4.

Chatib, Munif, dkk. 2012. Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan Jamak Dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung. Kaifa. cet. ke-1.

Davis, Gary A. 2012. Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan. Jakarta.Indeks.

Feldman, Robert S. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology. Jakarta. Salemba Humanika.

Hastuti. 2012. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta. Tugu Publisher. cet. ke-1.

Hidayah, Rifa. 2009. Psikologi Pengasuhan Anak. Malang. UIN Malang Press. cet. ke-1.

King, Laura A. 2010. Psikologi Umum. Jakarta. Salemba Humanika.

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2010. Taksonomi Berpikir. Bandung. Remaja Rosdakarya. cet. ke-1.

Martin, M. Andrea, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Millenium. Surabaya. Karina.

Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Remaja Rosdakarya. cet. ke-26.

Ramadhy, Sufyan, dkk. 2010. Bagaimana Mengembangkan Kecerdasan? (Metode Baru Untuk Mengoptimalkan Fungsi Otak Manusia). Bandung. Sarana Panca Karyanusa.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta. Erlangga.

Sarwono, Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta. Rajawali Press. ed. rev.

Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara. cet. ke-4.

Winarno. 2012. Psikologi Perkembangan Anak. Tt. Platinum. cet. ke-1.

Yudhawati, Ratna, dkk. 2011. Teori-teori Psikologi Pendidikan. Jakarta. Prestasi Pustaka.




[1]Hamzah B. Uno, Orientasi Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. ke-4, h.60
[2]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2013), cet. ke-26, h.52
[3]Hamzah B. Uno, Loc. Cit.
[4]Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), cet. ke-1, h.71
[5]Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), cet. k-4, h.41
[6]M. Andrea Martin dan F.V Bhaskara, Kamus Besar Bahasa Indonesia Millenium, (Surabaya: Karina, 2002), h.244
[7]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Sekolah Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan Jamak Dan Pendidikan Berkeadilan, (Bandung: Kaifa, 2012), cet. ke-1, h.78
[8]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.71
[9]Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), cet. ke-1, h.71
[10]Wowo Sunaryo Kuswana, Op.Cit., h.70
[11]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Loc.Cit.
[12]Robert S. Feldman, Pengantar Psikologi: Understanding Psychology, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.346
[13]Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), ed. Rev, h.93
[14]Laura A. King, Psikologi Umum, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.38
[15]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Bagaimana Mengembangkan Kecerdasan? (Metode Baru Untuk Mengoptimalkan Fungsi Otak Manusia), (Bandung: Sarana Panca Karyanusa, 2010), h.166
[16]Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, (Malang: UIN Malang Press, 2009), cet. ke-1, h.124
[17]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.85
[18]Zainal Aqib, Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa, (Bandung: Yrama Widya, 2011), cet ke-1, h.58
[19]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.167
[20]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.88
[21]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.167-168
[22]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.89
[23]Gary A. Davis, Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan, ( Jakarta: Indeks, 2012), h.60
[24]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.90
[25]Musik yang menunjukkan sebuah tragedi.
[26]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.168
[27]Zainal Aqib, Op. Cit., h.59
[28]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.93
[29]Rifa Hidayah, Loc.Cit.
[30]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.169
[31]Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-teori Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h.234
[32]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Loc. Cit.
[33]Ibid., h.94
[34]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.169-170
[35]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.95
[36]Zainal Aqib, Loc.Cit.
[37]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.96
[38]Zainal Aqib, Op.Cit., h.59-60
[39]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.97
[40]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.170
[41]John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h.323
[42]Munif Chatib dan Alamsyah Said, Op.Cit., h.99
[43]Sufyan Ramadhy dan Dadi Permadi, Op. Cit., h.171
[44]John W. Santrock. Loc cit.
[45]Winarno, Psikologi Perkembangan Anak, (tt: Platinum, 2012), cet. ke-1, h.80-85

1 komentar:

  1. Golden Gate Casino & Resort - MapYRO
    Golden Gate Casino & 서산 출장안마 Resort: 711 Las Vegas 정읍 출장마사지 Boulevard South, Las Vegas, NV 89109. Directions 영주 출장샵 · (702) 770-3100. Call 이천 출장샵 Now · More Info. Hours, Accepts Credit Cards, Attire, Wi-Fi 공주 출장마사지

    BalasHapus