Agama itu
Nasehat
A.
Hadis pertama
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ
تَمِيْم أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ. قُلْنَا لِمَنْ؟
قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَعَامَّتِهِمْ[رواه مسلم]
Dari
Abu Ruqayyah (Tamiim) bin Aus Addary r.a.berkata: “Sesungguhnya Rasulullah
bersabda: Agama itu adalah Nasehat, Kami bertanya: Untuk
Siapa?, jawab Nabi: Bagi Allah dan Kitab-Nya dan Rasul-Nya dan pemimpin- pemimpin
serta kaum muslimin pada umumnya”. [HR. Muslim].[1]
1. Biografi Singkat Perawi
Hadits:
Perawi hadits ini, Abu Ruqayyah Tamim bin Aus bin Kharijah. Ia
dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Dar. Dikatakan Ad-Dairi nisbat kepada
Dair sebelum datangnya agama islam. Sebelum memeluk islam, ia beragama Nasrani
dan tidak ada disebutkan nama Daari atau Dairi di dalam Kitab Shahihain dan
Al-Muwaththa’, kecuali Tamiim. Ia masuk islam pada tahun ke sembilan
Hijriyah. Ia mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu malam hingga subuh
menjelang. Ia tinggal di Madinah, lalu pindah ke Syam. Ia meriwayatkan dari
Nabi SAW. tentang kisah bertemunya dengan al-jassaasah dan jaddal yang
ia alami sendiri. Kisah ini termasuk kisah yang diriwayatkan oleh sahabat
senior dari sahabat junior.[2]
Tamim ad-Dâri adalah orang yang pertama kali memasang lampu di dalam masjid dan
membacakan kisah-kisah. Ini dilakukan pada zaman
pemerintahan ‘Umar bin al-Khaththâb radhiyallâhu'anhu. Beliau meriwayatkan
delapan belas hadits dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Beliau termasuk sahabat yang sedikit riwayat
haditsnya, di dalam kutub as sittah (Kutub as-Sittah adalah enam buku
inti yang menghimpun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
buku-buku itu adalah: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan
at-Tirmidzi, Sunan an-Nasai dan Sunan Ibn Majah) beliau hanya memiliki sembilan
hadits saja, di dalam shahih muslim hanya ada satu hadits saja yang beliau
riwayatkan, yaitu hadits yang akan kita bahas kali ini, yang mana dia merupakan
hadits yang paling masyhur di antara hadits-hadits yang beliau riwayatkan. Beliau wafat di Palestina pada tahun 40 H.[3]
2.
Asbab Wurud Hadits
Pada masa Rasulullah terdapat satu kafilah yang mempunyai kebiasaan yang
buruk, ketika umat islam berjihat bersama Rasulullah kafilah tersebut sering
datang terlambat dan jika ditanya selalu beralasan, sehingga banyak kaum muslim
yang lain menamakan mereka kaum munafiq. Mereka sering kali diberi nasihat
oleh kafilah yang lain, tetapi tak pernah menghiraukan dan terus berulang.
Ketika Rasulullah mengetahui hal
itu, beliau langsung memberikan nasihat kepada kafilah tersebut dengan
kalimat
“اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ“. Beliau menjelaskan bahwa ajaran
agama adalah berisi nasihat, sehingga apapun yang kita perbuat selalu
berpandanglah pada ajaran agama.[4]
3.
Penjelasan dalam Hadist
Hadist ini sangat agung dan para ulama berkomentar,”
Hadist ini adalah salah satu empat hadist yang menjadi prinsip agama Islam.
An-Nawawi berkata,’’ Tidak seperti yang mereka sebutkan, akan tetapi hadist ini
merupakan poros tempat beredarnya kaidah-kaidah agama Islam.”
Al-Khaththabi berkata,” Nasehat adalah kata yang
mengandung makna yang cukup komplek. Artinya, memberikan keberuntungan kepada
orang yang diberi nasehat. Beliau memberitahukan bahwa agama ini seluruhnya
adalah nasehat karena nasehatlah yang menjadi tiang dan pilar agama.”[5]
النَّصِيْحَةُ (Nasehat), adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan
baik untuk pihak yang dinasihati.Secara etimologis, kata النُّصْحُ (bentuk dasarnya) berarti : bersih. Maka
ungkapan نَصَحْتُ الْعَسَلَ , berarti : aku bersihkan madu dari lilin dan aku murnikan
dari campurannya. Ada yang berpendapat , kata النَّصِيْحَةُ di ambil
dari ungkapan نَصَحُ الرَّجُلُ ثَوْ بَهُ
إِذَاخَاطَهُ seseorang (penjahit) merapikan pakaian saat
menjahit. Artinya, perilaku sang pemberi nasihat menyangkut apa yang
dinasihatkan kepada pihak yang dinasehati, disamakan dengan memperbaiki
pakaian.[6]
Nasihat itu bagi Allah SWT., maksudnya
nasihat bagi agama-Nya dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
serta membenarkan apa yang disampaikan-Nya melalui Al-Qur’an dan As-sunnah,
kembali dan bertawakal kepadanya, serta hal-hal lain yang merupakan syiar islam
dan syariatnya.[7]
Al-Khaththabi berkata,” Semua nasehat ini akan bermanfaat untuk diri hamba itu
sendiri. Karena Allah tidak membutuhkan nasehat makhluk-Nya.”[8]
Nasihat bagi kitab-Nya berarti beriman kepada
kalam Allah, bahwa ia meliputi pemberitaan yang benar dan hukum-hukum yang
adil, serta kisah-kisah yang bermanfaat. Selain itu, dia juga wajib
menjadikannya sebagai sumber hukum dalam semua hal.
Nasihat bagi Rasulullah SAW., maksudnya
adalah beriman kepadanya bahwa beliau adalah Rasul Allah kepada seluruh
manusia. Termasuk di dalamnya mencintai, meneladani, membenarkan apa yang
disampaikannya, melaksanakan semua perintahnya, dan menjauh semua larangan
serta membela agamanya.[9]
أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ (pemimpin-pemimpin kaum Muslimin). Yakni para
penguasa mereka.[10]
Sementara yang dimaksud dengan nasihat bagi para pemimpin umat islam adalah
penjelasan tentang kebenaran, tidak ada saling mengganggu, dan bersabar atas
apa yang dialaminya, saling menolong, serta bekerja sama dalam hal-hal yang harus
dikerjakan secara kolektif.[11]
Al-Khaththabi berkata,” Di antara bentuk
nasehat terhadap pemimpin kaum muslimin adalah shalat di belakang mereka dan
jihad bersama mereka.”
Sebab-sebab kebaikan dari masing-masing
pembagian ini terlalu banyak dan mungkin dibatasi. Ada pendapat yang
mengatakan: “jika dimaksud pemimpin umat Islam di sini adalah para ulama, maka
cara menasehati mereka adalah dengan menerima fatwa mereka, menghormati, dan
menjadikan mereka sebagai panutan. Pemimpin yang dimaksud dalam hadist mencakup
penguasa dan ulama, karena sebutan pemimpin yang sebenarnya ditujukan kepada
penguasa dan ulama.[12]
عَامَّتِهِمْ (Umat Islam pada umumnya), yaitu seluruh kaum
Muslimin selain penguasa.[13] Nasehat bagi kaum muslimin secara keseluruhan,
maksudnya bahwa agama adalah nasehat bagi mereka, dengan berdakwah ke jalan
Allah, menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemunkaran, mengajarkan kebaikan, dan
semacamnya. Karena itu, agama adalah nasehat dan orang yang pertama kali masuk
ke dalam golongan yang diberikan nasehat secara umum adalah kaum muslimin, atau
dari orang ke orang.[14] Tamim Ad-Daari hanya
meriwayatkan hadits ini, kata nasehat merupakan sebuah kata singkat penuh isi,
maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa Arab tidak ada kata lain
yang pengertiannya setara dengan kata nasehat, sebagaimana disebutkan oleh para
ulama bahasa arab tentang kata Al-Fallaah yang tidak memiliki
padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.[15] Hadist ini juga
menunjukkan tentang diharamkannya menipu. Karena apabila yang dimaksud nasehat
adalah agama, maka tipuan merupakan lawan dari nasehat, dan ini tentu
bertentangan dengan agama. Rasulullah SAW.
bersabda,” Siapa yang menipu, ia bukan termasuk golongan kami.”[16]
4.
Pelajaran yang Terkandung
Dalam Hadist
a.
Kewajiban kaum Muslimin
untuk memberi nasehat karena ia merupakan tiang dan penopang agama. Nasehat itu
sendiri bisa dilakukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keimanan
yang benar dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Bisa juga kepada Kitabullah,
yaitu dengan membenarkannya, senantiasa membacanya, mengamalkan hukum-hukumnya,
dan tidak mengubahnya. Nasehat juga dilakukan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam dengan membenarkan kerasulannya, menaati perintahnya, berpegang
teguh kepada sunnah dan syari’atnya. Sementara nasehat terhadap para penguasa
kaum Muslimin adalah dengan membantu mereka melakukan kebenaran, taat kepada
mereka di luar kemaksiatan, meluruskan penyimpangan mereka dengan baik, tidak
melakukan pemberontakan kepada mereka kecuali jika tampak sesuatu yang
mengindikasikan kekufuran mereka. Juga nasehat kepada individu dan masyarakat
Muslim, yaitu dengan membimbing mereka kepada sesuatu yang membuahkan kebaikan
bagi mereka, baik di dunia maupun akhirat, menyuruh mereka kepada kebaikan dan
melarang mereka dari kemungkaran.
b.
Dengan demikian kita dapat
melihat bahwa hadist ini merupakan dasar yang sangat agung di dalam Islam, yang
menghimpun semua bentuk kebaikan. Karenanya, Ulama berkata: “ Dalam hadist
inilah, terkanung poros Islam.”
B. Hadist
kedua
حَدِيْثُ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِاللهِ قاَلَ بَايَعْتُ النَّبِىَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ, فَلَقَّنَنِىْ
فِيْمَا اِسْتَطَعْتُ, وَالنُصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ.
اَخْرَجَهُ
الْبُخَارِىْ فِى: ٩٣- كِتَابُ اْلاَحْكَامِ: ٤٣ بَابِ كَيْفَ يُبَا يِعُ
الْامَامُ الْنَاسُ.
Artinya :
“Hadis Jarir bin Abdullah dimana ia berkata : “Saya
berba’iat (berjanji setia) kepada Nabi saw. untuk selalu mendengar dan taat,
kemudian beliau menuntun kepadaku (untuk mengucapkan)” sesuai dengan
kemampuanku”, dan nasehat terhadap setiap muslim.
Al-Bukhari mentakhrijkan hadist ini
dalam “kitab hukum” bab tentang bagaimana iman (pemimpin) membai’at
orang-orang.
1.
Biografi Perawi
Jabir
bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist, Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin
Hamran Al-Anshari as-Salami. Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti
Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat anshar yang berikrar akan membantu
menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut
dalam peperangan yang dilakukan pleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang
Uhud, karena dilarang oleh ayahku. Setelah Ayahku terbunuh, aku selalu ikut
berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia wafat di Madinah pada
tahun 74 H.[17]
2.
Penjelasan dalam hadist
Hadist di atas menerangkan tentang keharusan seorang muslim selalu berjanji
setia untuk mendirikan shalat, membayar zakat, dan memberikan nasehat kepada
siapapun yang memerlukannya. Sebab pada hakikatnya agama adalah nasehat, baik
bagi pemimpin kaum muslimin maupun bagi rakyat jelata. Hanya dengan
melaksanakan perintah agama secara baik sajalah seseorang akan dapat meraih
kebahagiaan hakiki didunia dan akhirat.[18]
3.
Pelajaran yang dapat di terkandung
dalam Hadist
a.
Pentingnya nasehat dan saling
menasehati di antara kaum Muslimin, sehingga bai’at untuk selalu memberikan
nasehat.
Dalam konteks inilah, para sahabat
memberikan bai’atnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diantaranya adalah Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Dan ia telah
memenuhi apa yang pernah ia di ikrarkan kepada Allah Subhanahu’ wa Ta’ala melalui
bai’at, sebagaimana sudah menjadi tradisi dikalangan para sahabat, kaum Mukminin
dan shiddiqin.
C. Hadist Ketiga
عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ للهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبُّ
لِنَفْسِهِ. متفق عليه.
1. Biografi Perawi
2. Penjelasan
dalam Hadist
لاَيُؤْمِنُ (Tidak
beriman). Yakni tidak beriman secara sempurna. لأَخِيْهِ(Untuk
saudaranya). Yakni untuk setiap Muslim مَايُحِبُّ(Sebagaimana ia
mencintai untuk dirinya sendiri), berupa kebaikan.[19]
Hadist ini telah mencakup segala maksud tujuan yang baik dari rencana
sosialisme dengan menghindari segala kejahatan-kejahatan mereka, sebab hadis
ini memulai perbaikan dan hak persamaan dari dalam jiwa, karena mengerti
benar-benar bahwa semua amal perbuatan yang tidak terdorong oleh kebaikan dalam
jiwa, pasti akan sia-sia dan gagal serta membahayakan akibatnya. Sebaliknya
sesuatu yang memang terdorong oleh kebaikan jiwa, pasti akan berhasil baik.
Sebagaimana telah dibuktikan oleh sejarah ummat Islam di masa keemasannya.
Sengaja oleh Rasulullah sifat ini dimasukkan dalam kesempurnaan iman, sebab
iman itu merupakan kesadaran, kesadaran tentang kejadian diri sendiri dan
kedudukan dalam pergaulan masyarakat bersama.
Karena itu
Islam mengajarkan supaya tidak berhari raya sebelum mengeluarkan zakat fitrah
untuk fakir miskin, atau jangan berhari raya sebelum menyediakan kurban
ud-hiyahnya. [20]
3.
Pelajaran yang terkandung dalam hadist
a.
Sesungguhnya syarat bagi iman yang
sempurna adalah merasa suka jika kaum Muslimin mendapatkan apa yang disukainya
untuk dirinya berupa berbagai kebaikan dan ketaatan, dan berusaha sekuat tenaga
untuk merealisasikannya.
b.
Salah satu hal yang diperlukan itu adalah
memberi nasehat kepada mereka dan membimbing mereka kepada sesuatu yang
bermanfaat bagi mereka.[21]
Ibnu Baththal berkata, ”Hadist ini menunjukkan bahwa
nasehat juga disebutkan sebagai din dan islam. Din disebutkan untuk amalan dan
perkataan.” Ia juga berkata, “ Nasehat itu hukumnya fardhu Kifayah, jika ada
orang yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban tersebut.
Dan nasehat itu merupakan suatu keharusan yang disesuaikan dengan kesanggupan
masing-masing individu. Jika seseorang mengetahui bahwa nasehatnya akan
diterima, perintahnya akan dipatuhi dan dirinya aman dari hal-hal yang tidak ia
inginkan maka ia harus memberikan nasehatnya. Akan tetapi, jika ia khawatir
akan disakiti, maka ia boleh memilih antara menasehati atau tidak.[22]
[2]Muhammad bin
Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, jilid
3, diterjem. oleh Ali Nur Medan, Darwis dan
Ghana’im, (Jakarta : Darus Sunnah, 2009), h.974.
[3]Abdullah Zaen, Agama Adalah
Nasihat (1), http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/agama-adalah-nasihat-1.html, diakses, minggu 31/3/2013, jam
7.30.
[4]
md.nashihin , Agama
adalah Nasihat http://md-nashihin.blogspot.com/2012/05/agama-adalah-nasihat.html, diakses, selasa 26/3/2013, jam
14.55.
[5] Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, jilid
3, diterjem oleh Ali Nur Medan, Darwis dan Ghana’im, Loc.Cit.
[6] Mushthafa
Al- Bugha, Nuzhatul Muttaqin Syarah
Riyadush Shalihin Imam Nawawi di lengkapi Takhrij Hadist, diterjem. Oleh
Ibnu Sunarto, Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2005),
h. 394.
[7] Imam
An-Nawawi, Syarah Al-Arbain An-Nawawiyah, Pensyarah : Asy-Syaikh
Muhammad Shalih Al- Utsaimin, diterjem. Oleh Muhyiddin Mas Rida, (Jakarta:
Embun Litera, 2010), h.59.
[8] Muhammad bin Ismail
Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, jilid
3, diterjem oleh Ali Nur Medan, Darwis dan Ghana’im, Op.Cit.,
h. 975.
[9] Imam An-Nawawi, Syarah Al-Arbain An-Nawawiyah,
Pensyarah : Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al- Utsaimin, diterjem. Oleh Muhyiddin
Mas Rida, Op.Cit., h. 59-60.
[10] Mushthafa
Al- Bugha, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi di
lengkapi Takhrij Hadist, diterjem. Oleh Ibnu Sunarto, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2005), Loc.Cit.
[11] Imam
An-Nawawi, Syarah Al-Arbain
An-Nawawiyah, Pensyarah : Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al- Utsaimin,
diterjem. Oleh Muhyiddin Mas Rida, Op.Cit.,
h. 60.
[12] Muhammad
bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, jilid
3, diterjem .oleh Ali Nur Medan, Darwis
dan Ghana’im , Op.Cit., h. 975-976.
[13] Mushthafa
Al- Bugha, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi di
lengkapi Takhrij Hadist, diterjem. Oleh Ibnu Sunarto, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, Loc.Cit.
[14] Imam An-Nawawi, Syarah Al-Arbain
An-Nawawiyah, Pensyarah : Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al- Utsaimin,
diterjem. Oleh Muhyiddin Mas Rida, Op.Cit., h.60.
[15]Abdul Hay
Al-Farmawy, Agama
Adalah Nasihat, http://hadielislam.com/indo/index-40-hadits-pilihan-nawawi/hadits/786-07-agama-adalah-nasihat.html, diakses, senin, 25/3/2013, jam 13.50.
[16] Imam An-Nawawi, Syarah Al-Arbain An-Nawawiyah,
Pensyarah : Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al- Utsaimin, diterjem. Oleh Muhyiddin
Mas Rida, Op.Cit., h. 61.
[17] Ibnu Ghufron, Para Ulama Ahlul Hadis,http://percikkisahsahabat.blogspot.com/2012/01/
jarir-bin-abdullah-al-bajali-ra.html, diakses,
minggu 31/3/2013, jam 14.23.
[18] Muhammad
Fuad Abdul Baqi, AL-Lu’lu’ wal marjan 1, cet 2, diterjem.
oleh Sholeh Bahannan dan Ghafur Saub, (Jakarta : Pustaka As-Sunnah,
2010), h.76.
[19] Mushthafa
Al- Bugha, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi di
lengkapi Takhrij Hadist, diterjem. Oleh Ibnu Sunarto, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, Op.Cit., h. 396.
[21] Mushthafa
Al- Bugha, Nuzhatul Muttaqin Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi di
lengkapi Takhrij Hadist, diterjem. Oleh Ibnu Sunarto, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, Loc.Cit.
[22] Muhammad
bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, jilid
3, diterjem . oleh Ali Nur Medan, Darwis
dan Ghana’im, Op.Cit., h. 976.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar