BAB I
PENDAHULUAN
Ketika para siswa masuk sekolah atau
mengikuti suatu program pendidikan, di duga mereka terlibat dalam kegiatan
belajar. Kegiatan mereka bisa sangat bervariasi karena mungkin mereka
mempelajari banyak hal yang berbeda, bagaimana membaca, bagaimana menganalisa
sesuatu masalah, dan sebagainya.
Tujuan setiap program pendidikan
adalah meningkatkan belajar. Belajar adalah sesuatu yang terjadi di
dalam benak seseorang di dalam otaknya. Belajar di sebut suatu proses
karena secara formal ia dapat di bandingkan dengan proses-proses organik
manusia lainnya, seperti pencernaan dan pernapasan. Namun belajar merupakan
proses yang sangat rumit dan komplek, yang sekarang ini baru di mengerti
sebagian. Seperti halnya proses-proses organik lainnya, pengetahuan tentang
belajar dapat diakumulasikan oleh metode-metode ilmiah. Belajar adalah suatu
proses yang dapat di lakukan oleh jenis-jenis makhluk hidup tertentu, sebagian
besar binatang, termasuk manusia, tetapi tetumbuhan tidak. Belajar merupakan
proses memungkinkan makhluk-makhluk ini merubah perilakunya cukup cepat dalam
cara yang kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus terjadi
lagi dan lagi pada setiap situasi baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LUPA
Daya ingatan kita tidaklah sempurna.
Banyak hal yang pernah di ketahui, tidak dapat diingat kembali, atau di
lupakan. Eksperimen pertama tentang lupa di lakukan oleh Herman von Ebbinghaus.
Dia menggunakan sebuah alat untuk menunjukkan kepada orang percobaannya berupa
sejumlah kata yang yang tidak sama sekali bermakna (nonsense syillables) dan
orang-orang percobaannya tersebut minta untuk mengingat kata-kata itu. Terbukti
bahwa dalam waktu satu jam, hanya tinggal 40 dari kata-kata itu yang diingat dan
setelah dua hari dan seterusnya, yang tertinggal hanyalah 20 % saja. Ebbinghaus
menyimpulkan bahwa proses lupa terjadi secara mekanistik, dengan sendirinya,
dan hanya di pengaruhi oleh waktu saja.[1]
Hasil penelitian dan refleksi atas
pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah di
camkan dan di masukkan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak
menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat
mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah
hal yang pernah dialami atau di pelajari sama sekali tidak mempunyai efek
apa-apa. Sejumlah kesan yang telah di dapat sebagai buah dari pegalaman belajar
tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap kealam bawah sadar.
Bila di perlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat kealam sadar.
Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan “asosiasi” atau bisa juga
karena kemauan yang keras melakukan reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi.
Oleh karena itu, menurut Gula (1982)
dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat
sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami. Jadi, lupa bukan berarti hilang.
Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih di miliki dan tersimpan dialam bawah
sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dialam bawah
sadar. Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam
kehidupan mental.[2]
Lupa mulai segera setelah berhenti
belajar. Proses lupa biasanya di hubungkan dengan retensi (ingatan) tentang
materi yang di pelajarinya. Lemahnya atau hilangnya secara relative kekuatan
mengerjakan suatu keterampilan yang pernah di pelajari juga mewakili suatu
bentuk lupa. Pada setiap bidang belajar, penggunaan menguatkan ingatan; ketiadaan
penggunaan melemahkan.
Kelupaan total tentang apa yang
pernah di latih dan di hapalkan jarang terjadi. Suatu residu (sisa-sisa) dapat
diaktifkan kembali melalui mempelajari kembali. Makin besar pengulangan
pemakaian (overlearning) intensitas minat selama situasi belajar yang asli,
makin sedikit hilangnya apa yang di pelajari.
Penguasaan keterampilan ternyata
bertahan lebih lama jika di bandingkan dengan ingatan-ingatan tentang ide-ide.
Salah satu alasan dari hal ini barangkali adalah bahwa biasanya terdapat
overlearning yag lebih banyak untuk suatu keterampilan jika di bandingkan
dengan ide-ide yang abstrak.
Penyelidikan mengenai kelupaan
terhadap hasil-hasil belajar telah sampai kepada kesimpulan bahwa lupa paling
cepat terjadi, langsung sesudah belajar tidak di lanjutkan lagi. Kemudian
belajar berlangsung dalam kecepatan yang lebih lambat, sampai tinggal suatu
sisa yang kurang lebih permanen.
Kegagalan mengingat atau lupa adalah
suatu pengalaman universal. Bermacam-macam penjelasan tentang terjadinya telah
diusahakan. Tidak sebuah pun diantaranya yang seluruhnya memuaskan, karena
ingatan ternyata sukar di perkirakan sehingga tidak pernah mengikuti suatu pola
tertentu. Karena itulah lupa di hubungkan
dengan faktor-faktor di luar meghilangnya bekas-bekas ingatan dari otak
dan susunan saraf.[3]
B.
PRINSIP BELAJAR DAN MASALAH LUPA
Prinsip-prinsip belajar:
1.
Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan
perilaku siswa.
2.
Belajar di dasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.
3.
Belajar di laksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan
asosiasi, dan melalui penguatan.
4.
Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman
berpikir kritis, dan reorganisasi pengalaman.
5.
Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru
maupun secara tidak langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.
6.
Belajar di pengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan
faktor dari luar individu.
7.
Belajar sering di hadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu
di pecahkan.
8.
Hasil belajar dapat di transferkan
ke dalam situasi lain.[4]
9.
Belajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang
kompleks.
Berdasarkan teori asosiasi, belajar
pada situasi problematis di lakukan dengan trial and error. Sedangkan
berdasarkan teori gestalt, pada situasi problematis individu berupaya
mereorganisasi sejumlah pengalaman yang di miliki untuk memperoleh insight. Trial
and error biasanya di lakukan bila tidak ada alternatif kunci pemecahan
masalah. Sebaliknya, bila aternatif kunci itu di miliki, akan di peroleh
insight. Oleh karena itu agar di temukan pemecahan masalah, individu belajar
melalui perjenjangan dari yang sederhana meningkat kepada yang komplek.
Selanjutnya pengalaman yang di miliki menjadi dasar memperoleh insight.
10.
Belajar melibatkan proses pembedaan dan penggeneralisasian berbagai
respons.
Bila individu di hadapkan kepada
sejumlah stimuli akan berusaha mencari sejumlah respons yang sesuai. Di sini
ada proses pembedaan (diskriminasi) sejumlah respons. Namun di samping
diskriminasi itu, juga ada proses penyimpulan (generalisasi) dari berbagai
respons tersebut.[5]
Prinsip-prinsip belajar menurut
teori Gestalt:
a.
Belajar berdasarkan keseluruhan.
b.
Belajar adalah suatu proses perkembangan.
c.
Anak didik sebagai organisme keseluruhan
d.
Terjadi transfer
e.
Belajar adalah reorganisasi pengalaman, pemgalaman adalah hasil
dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya.
f.
Belajar harus dengan insight, insight adalah suatu saat dalam
proses belajar di mana seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan
hubungan tertentu dalam unsure yang mengandung suatu problem.
g.
Belajar leibh berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan,
dan tujuan.
h.
Belajar berlangsung terus-menerus.[6]
Gangguan-gangguan yang menyebabkan
terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun dalam ingatan pendek
di tunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru
dapat membingungkan informasi-informasi yang lama apalagi bila yang lama itu
sifatnya kabur. Bila informasi-informasi yang baru menyulitkan orang untuk
mengingat kembali informasi-informasi yang lama di sebut “inhibisi retroaktif”
atau gangguan rekroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama
menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru
dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif.
Faktor-faktor Penyebab Lupa:
Menurut Ngalim Purwanto ada beberapa
hal yang menyebabkan seseorang lupa terhadap sesuatu yang pernah dialami,
sebagai berikut:
1.
Karena apa yang dialami itu tidak pernah di gunakan lagi, atau
tidak pernah di latih/diingat lagi. Sesuatu yang tidak pernah digunakan/diingat
lagi lama kelamaan dilupakan.
2.
Lupa dapat juga di sebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yang
terjadi karena gejala-gejala/isi jiwa yang lain.
3.
Lupa di sebabkan oleh represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan
atau isi jiwa yang lain di tekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar)
oleh Uber-Ich atau super ego. Karena selalu mengalami tekanan, maka lama kelamaan
menjadi lupa. Biasanya tanggapan-tanggapan yang selalu di tekan ke dalam
ketidaksadaran itu adalah tanggapan-tanggapan yang tidak baik/merugikan kita,
yang bersifat asusila, amoral, dan asosial.
Meskipun Muhibbin Syah sependapat
dengan faktor-faktor penyebab lupa yang di kemukakan Ngalim Purwanto, namun dia
masih menambahkan faktor-faktor penyebab lupa lainnya.
1.
Karena informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan
sebagainya) yang di terima anak didik kurang menyenangkan, sehingga ia dengan
sengaja menekannya hingga kealam ketidaksadaran.
2.
Karena informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang
lama telah ada. Jadi, sama dengan fenomena retroaktif, yaitu karena masuknya
informasi-informasi yang baru
menyulitkan anak didik untuk mengingat kembali informasi-informasi yang
lama.
3.
Karena informasi yang akan di reproduksi (diingat kembali) itu
tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya karena tidak pernah di
pergunakan. Lupa karena tekanan ini berdasarkanrepression theory, yaitu teori
tekanan atau represi.
Faktor-faktor lupa yang lain menurut
Muhibbin Syah adalah:
1.
Lupa karena Perubahan Situasi
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan situasi
lingkungan antara waktu belajar di sekolah dengan waktu mengingat kembali di
luar sekolah. Jika anak didik hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah
atau kuda nil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka
kemungkinan ia akan lupa menyebut
nama-nama hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
2.
Lupa karena Perubahan Sikap dan Minat
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan sikap dan minat
anak didik terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun anak
didik telah mengikuti proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi
karena sesuatu hal sikap dan minat anak didik menjadi sebaliknya (seperti
ketidaksenangan terhadap guru atau memarahinya dengan kasar di depan
kawan-kawannya), maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
3.
Lupa karena Perubahan Urat Saraf Otak
Lupa bisa juga terjadi karena perubahan urat saraf otak. Anak didik
yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, atau
gegar otak akan kehilangan ingatan akan informas-informasi berupa kesan-kesan
yang ada dalam memori otaknya.
4.
Lupa karena Kerusakan Informasi sebelum Masuk ke Memori. Penemuan
baru menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang anak didik bila informasi yang
ia serap rusak sebelum masuk ke memori otak. Informasi yang rusak itu tidak
hilang dan tetap dip roses oleh sistem memori otak anak didik, tetapi terlalu
lemah untuk di panggil kembali (direproduksi). Kerusakan informasi itu mungkin
di sebabkan oleh tenggang waktu antara saat di serapnya informasi dengan saat
proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek anak didik.
Menurut W.S. Winkel, faktor penyebab
terjadinya lupa adalah:
a.
Menurut pandangan Woodworth, gejala lupa di sebabkan bekas-bekas
ingatan yang tidak di pergunakan, lama-kelamaan terhapus: dengan berlangsungnya
waktu, terjadi proses penghapusan yang mengakibatkan bekas-bekas ingatan
menjadi kabur dan lama-kelamaan hilang sendiri. Pandangan ini di kaitkan dengan
proses fisiologis yang berlangsung dalam sel-sel otak; di gambarkan bahwa pada
saat fiksasi (fase konsentrasi dan mengolah), kesan-kean yang di camkan itu di
terima dan di tanamkan dalam struktur fisik sel-sel diotak. Dalam sel-sel ini
terus-menerus terjadi proses pertukaran zat. Apabila kesan-kesan ingatan sama
sekali tidak di gunakan dan kadang-kadang tidak di perbaharui, bekas ingatan
itu lambat laun akan terhapus.
b.
Pandangan yang mendapat banyak dukungan dari hasil penelitian ialah
penelitian ialah pandangan yang mencari sebab terjadinya lupa dalam
“interferensi”, yaitu gangguan dari informasi yang baru masuk ke dalam imgatan
terhadap informasi yang telah tersimpan di situ, seolah-olah informasi yang
lama di geser dan kemudian lebih sukat diingat. Terjadinya interferensi (retroaktif
inhibilition) merupakan suatu fakta, meskipun belum di ketahui dengan jelas
bagaimana interferensi itu harus di jelaskan. Secara praktis hanya dapat di
katakana, kalau terjadi kegagalan dalam mengingat , mungkin hal itu di sebabkan
adanya gangguan dari informasi baru terhadap penyimpanan informasi lama. Dengan
demikian, lupa tidak dapat seluruhnya di cegah.
c.
Pandangan yang lain menunjuk pada motif-motif tertentu, sehingga
orang sedikit banyak mau melupakan sesuatu, misalnya kejadian atau peristiwa
yang tidak menyenangkan lebih mudah terlupakan daripada yang menyenangkan.
Kiat mengurangi lupa:
1. Overlearning( belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas
penguasaan dasar atas materi pelajarn tertentu. Overlearning ini terjadi
apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah anak didik melakukan
pembelajaran atas respons tersebut dengan cara di luar kebiasaan.
2. Extra Study
Time (tambahan waktu
belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan
frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar untuk
materi tertentu, berarti anak didik menambah jam belajar, misalnya dari satu
jam menjadi satu setengah jam. Penambahan frekuensi belajar berarti anak didik
meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Misalnya, dari sekali sehari
menjadi dua kali sehari. Kiat ini di pandang cukup strategis karena dapat
melindungi memori dari kelupaan.
3. Memonic Device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan. Ini adalah kiat
khusus yang di jadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan
informasi-informasi ke dalam sistem ngatan anak didik.[7]
C.
CARA BELAJAR YANG BAIK MENURUT TEORI BELAJAR
Menurut teori belajar, proses-proses
yang harus di susun orang dalam rangka menjelaskan gejala belajar adalah proses
yang menunjukkan transformasi “masukan” menjadi “keluaran” seperti yang terjadi
pada computer. Misalnya : ketika seorang siswa yang sedang dalam situasi
belajar, ia mentransformasi (menerjemah) rangsangan fisik yang datang ke mata,
telinga dan alat dria lainnya ke dalam “pesan-pesan” neural (pesan dalam bentuk
getaran-getaran syaraf tertentu).
Selanjutnya, melalui
transformasi-transformasi lain di dalam sistem syaraf, pesan-pesan ini di
simpan dan pada waktu yang di perlukan nanti diingat/di munculkan kembali.
Informasi yang di munculkan kembali (diingat) di transformasi lagi menjadi
bentuk “pesan” yang mengontrol tindakan otot. Hasilnya adalah ucapan atau
bentuk tindakan yang menunjukkan bahwa suatu performansi telah di pelajari.
Berbagai bentuk transformasi ini di sebut proses-proses belajar.[8]
D.
PERANAN MINAT DAN MOTIVASI DALAM MEMBANTU MASALAH LUPA DALAM
BELAJAR
Minat adalah suatu landasan yang
paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seorang murid
memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.
Belajar akan merupakan suatu siksaan dan tidak akan memberi manfaat jika tidak
disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina
kesediaan belajar murid-muridnya berarti telah melakukan hal yang terpenting
yang dapat di lakukan demi kepentingan belajar murid-muridnya. Sebab, minat
bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat di pelajari.[9]
Setelah mengetahui asal-usul timbulnya minat dan kesukaran-kesukaran yang
mungkin di hadapi, kini kita dapat mencoba menghubungkan kesimpulan-kesimpulan
yang di dapat dengan pengajaran di sekolah.[10]
Motivasi juga sangat mempengaruhi
ingatan seseorang. Apa saja yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang
pasti juga akan diingat terus dan sukar di lupakan. Contoh konkret adalah soal
nama orang. Bila orang yang di kenalnya adalah orang yang ia anggap penting
maka nama itu akan ia ingat terus. Tetapi bila nama itu ia anggap kurang
penting, kurang berarti bagi dirinya, maka nama itu pun akan dapat sekali ia
lupakan. Demikian pula halnya nama tempat. Tempat-tempat yang mempunyai peranan
penting di dalam sejarah hidup seseorang pasti akan sukar di lupakan, sebaliknya
tempat-tempat yang tidak mempunyai arti bagi hidup seseorang tentu akan mudah
sekali di lupakan. Tentang pengaruh motivasi pada ingatan ini pernah di
selidiki oleh A.F. Zeller. Ia memberi tugas kepada sekelompok mahasiswa.
Jelaslah bahwa motivasi mempunyai peranan besar pada ingatan, menentukan
hal-hal yang diingat dan di lupakan seseorang.[11]
E.
BANYAK MATERI YANG DIINGAT DAN TIDAK DIINGAT
Mungkin dari banyaknya materi yang
sudah di pelajari hanya 40 % yang dapat dikuasai karena banyaknya materi menjadikan
susahnya untuk mengingatnya kembali pada pelajaran yang telah lalu, pelajaran yang baru di pelajari membuat
saya lupa dengan pelajar yang sebelumnya sudah di pelajari. Mungkin salah
satunya karena pelajaran yang dahulu sudah tidak diulang kembali dan hampir
terlupakan. Banyak permasalahan yang di hadapi oleh otak sehingga membuat otak
tidak mampu menyimpan seluruh apa yang telah di pelajari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Lupa sebagai ketidakmampuan mengenal
atau mengingat sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami. Jadi, lupa bukan
berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih di miliki dan
tersimpan dialam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak
tersimpan dialam bawah sadar. Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses
yang terjadi di dalam kehidupan mental.
Kegagalan mengingat atau lupa adalah
suatu pengalaman universal. Bermacam-macam penjelasan tentang terjadinya telah
diusahakan. Tidak sebuah pun diantaranya yang seluruhnya memuaskan, karena
ingatan ternyata sukar di perkirakan sehingga tidak pernah mengikuti suatu pola
tertentu. Karena itulah lupa di hubungkan
dengan faktor-faktor di luar meghilangnya bekas-bekas ingatan dari otak
dan susunan saraf.
Prinsip-prinsip belajar:
v Belajar
senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan perilaku siswa.
v Belajar di
dasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.
v Belajar di
laksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan asosiasi, dan melalui
penguatan.
v Belajar
bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman berpikir kritis, dan
reorganisasi pengalaman.
v Belajar
membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru maupun secara tidak
langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.
v Belajar di
pengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
v Belajar sering
di hadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu di pecahkan.
v Hasil belajar
dapat di transferkan ke dalam situasi
lain.
v Belajar
berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang kompleks.
v Belajar
melibatkan proses pembedaan dan penggeneralisasian berbagai respons.
v Belajar
berdasarkan keseluruhan.
v Belajar adalah
suatu proses perkembangan.
v Anak didik
sebagai organisme keseluruhan
v Terjadi
transfer
v Belajar adalah
reorganisasi pengalaman
v Belajar harus
dengan insight
v Belajar leibh
berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
v Belajar
berlangsung terus-menerus.
Faktor
Penyebab Lupa:
v Karena apa yang
dialami itu tidak pernah di gunakan lagi, atau tidak pernah di latih/diingat
lagi. Sesuatu yang tidak pernah digunakan/diingat lagi lama kelamaan dilupakan.
v Lupa dapat juga
di sebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena gejala-gejala/isi
jiwa yang lain.
v Lupa di
sebabkan oleh represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain
di tekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar) oleh Uber-Ich atau super
ego. Karena selalu mengalami tekanan, maka lama kelamaan menjadi lupa.
v Karena
informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang di terima
anak didik kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga
kealam ketidaksadaran.
v Karena
informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang lama telah ada.
Jadi, sama dengan fenomena retroaktif, yaitu karena masuknya
informasi-informasi yang baru
menyulitkan anak didik untuk mengingat kembali informasi-informasi yang
lama.
v Karena
informasi yang akan d reproduksi (diingat kembali) itu tertekan kealam bawah
sadar dengan sendirinya karena tidak pernah di pergunakan. Lupa karena tekanan
ini berdasarkanrepression theory, yaitu teori tekanan atau represi.
v Lupa karena
Perubahan Situasi
v Lupa karena
Perubahan Sikap dan Minat
v Lupa karena
Perubahan Urat Saraf Otak
v Lupa karena
Kerusakan Informasi sebelum Masuk ke Memori.
Kiat mengurangi lupa:
v Overlearning( belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas
penguasaan dasar atas materi pelajarn tertentu.
v Extra Study
Time (tambahan waktu
belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi
(kekerapan) aktivitas belajar.
v Memonic Device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan.
Menurut teori belajar, proses-proses
yang harus di susun orang dalam rangka menjelaskan gejala belajar adalah proses
yang menunjukkan transformasi “masukan” menjadi “keluaran” seperti yang terjadi
pada computer. Selanjutnya, melalui transformasi-transformasi lain di dalam
sistem syaraf, pesan-pesan ini di simpan dan pada waktu yang di perlukan nanti
diingat/di munculkan kembali. Informasi yang di munculkan kembali (diingat) di
transformasi lagi menjadi bentuk “pesan” yang mengontrol tindakan otot.
Hasilnya adalah ucapan atau bentuk tindakan yang menunjukkan bahwa suatu
performansi telah di pelajari. Berbagai bentuk transformasi ini di sebut
proses-proses belajar.
Minat adalah suatu landasan yang
paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Motivasi juga sangat
mempengaruhi ingatan seseorang. Apa saja yang dianggap penting dan berharga
bagi seseorang pasti juga akan diingat terus dan sukar di lupakan.
[1]Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h.118
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 207
[3] Dr. Wayan Ardhana, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1985), h. 111-112
[4] Dr. Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung:
Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2002), h.54-55
[5] Drs. H. Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2002), h.23
[6] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h.20-21
[7] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Ibid, hal. 208-215
[8] Robert M. Gagne, Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran,
(Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1975), h. 28
[9] Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, (Bandung:
Remadja Karya CV, 1987), h.78
[10] Kurt Singer, Ibid, h.84
[11] Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku,
(Yogyakarta: PT Kanisius, 1992), h.45-46
How to make money from slots without using any other
BalasHapusWhat is the best game on slots? 바카라 · If you want to หารายได้เสริม make a living on the slot machine, you must do some gambling 1xbet and earn money. · You need to bet