Selasa, 16 Juni 2015

Paper Jawaban Final

BAB I
PENDAHULUAN
Ketika para siswa masuk sekolah atau mengikuti suatu program pendidikan, di duga mereka terlibat dalam kegiatan belajar. Kegiatan mereka bisa sangat bervariasi karena mungkin mereka mempelajari banyak hal yang berbeda, bagaimana membaca, bagaimana menganalisa sesuatu masalah, dan sebagainya.
Tujuan setiap program pendidikan adalah meningkatkan belajar. Belajar adalah sesuatu yang terjadi di dalam benak seseorang di dalam otaknya. Belajar di sebut suatu proses karena secara formal ia dapat di bandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti pencernaan dan pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang sangat rumit dan komplek, yang sekarang ini baru di mengerti sebagian. Seperti halnya proses-proses organik lainnya, pengetahuan tentang belajar dapat diakumulasikan oleh metode-metode ilmiah. Belajar adalah suatu proses yang dapat di lakukan oleh jenis-jenis makhluk hidup tertentu, sebagian besar binatang, termasuk manusia, tetapi tetumbuhan tidak. Belajar merupakan proses memungkinkan makhluk-makhluk ini merubah perilakunya cukup cepat dalam cara yang kurang lebih sama, sehingga perubahan yang sama tidak harus terjadi lagi dan lagi pada setiap situasi baru.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    LUPA
Daya ingatan kita tidaklah sempurna. Banyak hal yang pernah di ketahui, tidak dapat diingat kembali, atau di lupakan. Eksperimen pertama tentang lupa di lakukan oleh Herman von Ebbinghaus. Dia menggunakan sebuah alat untuk menunjukkan kepada orang percobaannya berupa sejumlah kata yang yang tidak sama sekali bermakna (nonsense syillables) dan orang-orang percobaannya tersebut minta untuk mengingat kata-kata itu. Terbukti bahwa dalam waktu satu jam, hanya tinggal 40 dari kata-kata itu yang diingat dan setelah dua hari dan seterusnya, yang tertinggal hanyalah 20 % saja. Ebbinghaus menyimpulkan bahwa proses lupa terjadi secara mekanistik, dengan sendirinya, dan hanya di pengaruhi oleh waktu saja.[1]
Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah di camkan dan di masukkan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah hal yang pernah dialami atau di pelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa. Sejumlah kesan yang telah di dapat sebagai buah dari pegalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap kealam bawah sadar. Bila di perlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat kealam sadar. Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan “asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi.
Oleh karena itu, menurut Gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami. Jadi, lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih di miliki dan tersimpan dialam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dialam bawah sadar. Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam kehidupan mental.[2]
Lupa mulai segera setelah berhenti belajar. Proses lupa biasanya di hubungkan dengan retensi (ingatan) tentang materi yang di pelajarinya. Lemahnya atau hilangnya secara relative kekuatan mengerjakan suatu keterampilan yang pernah di pelajari juga mewakili suatu bentuk lupa. Pada setiap bidang belajar, penggunaan menguatkan ingatan; ketiadaan penggunaan melemahkan.
Kelupaan total tentang apa yang pernah di latih dan di hapalkan jarang terjadi. Suatu residu (sisa-sisa) dapat diaktifkan kembali melalui mempelajari kembali. Makin besar pengulangan pemakaian (overlearning) intensitas minat selama situasi belajar yang asli, makin sedikit hilangnya apa yang di pelajari.
Penguasaan keterampilan ternyata bertahan lebih lama jika di bandingkan dengan ingatan-ingatan tentang ide-ide. Salah satu alasan dari hal ini barangkali adalah bahwa biasanya terdapat overlearning yag lebih banyak untuk suatu keterampilan jika di bandingkan dengan ide-ide yang abstrak.
Penyelidikan mengenai kelupaan terhadap hasil-hasil belajar telah sampai kepada kesimpulan bahwa lupa paling cepat terjadi, langsung sesudah belajar tidak di lanjutkan lagi. Kemudian belajar berlangsung dalam kecepatan yang lebih lambat, sampai tinggal suatu sisa yang kurang lebih permanen.
Kegagalan mengingat atau lupa adalah suatu pengalaman universal. Bermacam-macam penjelasan tentang terjadinya telah diusahakan. Tidak sebuah pun diantaranya yang seluruhnya memuaskan, karena ingatan ternyata sukar di perkirakan sehingga tidak pernah mengikuti suatu pola tertentu. Karena itulah lupa di hubungkan  dengan faktor-faktor di luar meghilangnya bekas-bekas ingatan dari otak dan susunan saraf.[3]
B.     PRINSIP BELAJAR DAN MASALAH LUPA
Prinsip-prinsip belajar:
1.      Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan perilaku siswa.
2.      Belajar di dasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.
3.      Belajar di laksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan asosiasi, dan melalui penguatan.
4.      Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman berpikir kritis, dan reorganisasi pengalaman.
5.      Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru maupun secara tidak langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.
6.      Belajar di pengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
7.      Belajar sering di hadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu di pecahkan.
8.      Hasil belajar dapat di transferkan  ke dalam situasi lain.[4]
9.      Belajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang kompleks.
Berdasarkan teori asosiasi, belajar pada situasi problematis di lakukan dengan trial and error. Sedangkan berdasarkan teori gestalt, pada situasi problematis individu berupaya mereorganisasi sejumlah pengalaman yang di miliki untuk memperoleh insight. Trial and error biasanya di lakukan bila tidak ada alternatif kunci pemecahan masalah. Sebaliknya, bila aternatif kunci itu di miliki, akan di peroleh insight. Oleh karena itu agar di temukan pemecahan masalah, individu belajar melalui perjenjangan dari yang sederhana meningkat kepada yang komplek. Selanjutnya pengalaman yang di miliki menjadi dasar memperoleh insight.
10.  Belajar melibatkan proses pembedaan dan penggeneralisasian berbagai respons.
Bila individu di hadapkan kepada sejumlah stimuli akan berusaha mencari sejumlah respons yang sesuai. Di sini ada proses pembedaan (diskriminasi) sejumlah respons. Namun di samping diskriminasi itu, juga ada proses penyimpulan (generalisasi) dari berbagai respons tersebut.[5]
Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt:
a.       Belajar berdasarkan keseluruhan.
b.      Belajar adalah suatu proses perkembangan.
c.       Anak didik sebagai organisme keseluruhan
d.      Terjadi transfer
e.       Belajar adalah reorganisasi pengalaman, pemgalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya.
f.       Belajar harus dengan insight, insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubungan tertentu dalam unsure yang mengandung suatu problem.
g.      Belajar leibh berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
h.      Belajar berlangsung terus-menerus.[6]
Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun dalam ingatan pendek di tunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru dapat membingungkan informasi-informasi yang lama apalagi bila yang lama itu sifatnya kabur. Bila informasi-informasi yang baru menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang lama di sebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan rekroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif.
Faktor-faktor Penyebab Lupa:
Menurut Ngalim Purwanto ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang lupa terhadap sesuatu yang pernah dialami, sebagai berikut:
1.      Karena apa yang dialami itu tidak pernah di gunakan lagi, atau tidak pernah di latih/diingat lagi. Sesuatu yang tidak pernah digunakan/diingat lagi lama kelamaan dilupakan.
2.      Lupa dapat juga di sebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena gejala-gejala/isi jiwa yang lain.
3.      Lupa di sebabkan oleh represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain di tekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar) oleh Uber-Ich atau super ego. Karena selalu mengalami tekanan, maka lama kelamaan menjadi lupa. Biasanya tanggapan-tanggapan yang selalu di tekan ke dalam ketidaksadaran itu adalah tanggapan-tanggapan yang tidak baik/merugikan kita, yang bersifat asusila, amoral, dan asosial.
Meskipun Muhibbin Syah sependapat dengan faktor-faktor penyebab lupa yang di kemukakan Ngalim Purwanto, namun dia masih menambahkan faktor-faktor penyebab lupa lainnya.
1.      Karena informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang di terima anak didik kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga kealam ketidaksadaran.
2.      Karena informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang lama telah ada. Jadi, sama dengan fenomena retroaktif, yaitu karena masuknya informasi-informasi yang baru  menyulitkan anak didik untuk mengingat kembali informasi-informasi yang lama.
3.      Karena informasi yang akan di reproduksi (diingat kembali) itu tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya karena tidak pernah di pergunakan. Lupa karena tekanan ini berdasarkanrepression theory, yaitu teori tekanan atau represi.
Faktor-faktor lupa yang lain menurut Muhibbin Syah adalah:
1.      Lupa karena Perubahan Situasi
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar di sekolah dengan waktu mengingat kembali di luar sekolah. Jika anak didik hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kuda nil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan  lupa menyebut nama-nama hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
2.      Lupa karena Perubahan Sikap dan Minat
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan sikap dan minat anak didik terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun anak didik telah mengikuti proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat anak didik menjadi sebaliknya (seperti ketidaksenangan terhadap guru atau memarahinya dengan kasar di depan kawan-kawannya), maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
3.      Lupa karena Perubahan Urat Saraf Otak
Lupa bisa juga terjadi karena perubahan urat saraf otak. Anak didik yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, atau gegar otak akan kehilangan ingatan akan informas-informasi berupa kesan-kesan yang ada dalam memori otaknya.
4.      Lupa karena Kerusakan Informasi sebelum Masuk ke Memori. Penemuan baru menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang anak didik bila informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori otak. Informasi yang rusak itu tidak hilang dan tetap dip roses oleh sistem memori otak anak didik, tetapi terlalu lemah untuk di panggil kembali (direproduksi). Kerusakan informasi itu mungkin di sebabkan oleh tenggang waktu antara saat di serapnya informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek anak didik.
Menurut W.S. Winkel, faktor penyebab terjadinya lupa adalah:
a.       Menurut pandangan Woodworth, gejala lupa di sebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak di pergunakan, lama-kelamaan terhapus: dengan berlangsungnya waktu, terjadi proses penghapusan yang mengakibatkan bekas-bekas ingatan menjadi kabur dan lama-kelamaan hilang sendiri. Pandangan ini di kaitkan dengan proses fisiologis yang berlangsung dalam sel-sel otak; di gambarkan bahwa pada saat fiksasi (fase konsentrasi dan mengolah), kesan-kean yang di camkan itu di terima dan di tanamkan dalam struktur fisik sel-sel diotak. Dalam sel-sel ini terus-menerus terjadi proses pertukaran zat. Apabila kesan-kesan ingatan sama sekali tidak di gunakan dan kadang-kadang tidak di perbaharui, bekas ingatan itu lambat laun akan terhapus.
b.      Pandangan yang mendapat banyak dukungan dari hasil penelitian ialah penelitian ialah pandangan yang mencari sebab terjadinya lupa dalam “interferensi”, yaitu gangguan dari informasi yang baru masuk ke dalam imgatan terhadap informasi yang telah tersimpan di situ, seolah-olah informasi yang lama di geser dan kemudian lebih sukat diingat. Terjadinya interferensi (retroaktif inhibilition) merupakan suatu fakta, meskipun belum di ketahui dengan jelas bagaimana interferensi itu harus di jelaskan. Secara praktis hanya dapat di katakana, kalau terjadi kegagalan dalam mengingat , mungkin hal itu di sebabkan adanya gangguan dari informasi baru terhadap penyimpanan informasi lama. Dengan demikian, lupa tidak dapat seluruhnya di cegah.
c.       Pandangan yang lain menunjuk pada motif-motif tertentu, sehingga orang sedikit banyak mau melupakan sesuatu, misalnya kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan lebih mudah terlupakan daripada yang menyenangkan.
Kiat mengurangi lupa:
1.      Overlearning( belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajarn tertentu. Overlearning ini terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah anak didik melakukan pembelajaran atas respons tersebut dengan cara di luar kebiasaan.
2.      Extra Study Time (tambahan waktu belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar untuk materi tertentu, berarti anak didik menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi satu setengah jam. Penambahan frekuensi belajar berarti anak didik meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Misalnya, dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini di pandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
3.      Memonic Device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan. Ini adalah kiat khusus yang di jadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan informasi-informasi ke dalam sistem ngatan anak didik.[7]
C.    CARA BELAJAR YANG BAIK MENURUT TEORI BELAJAR
Menurut teori belajar, proses-proses yang harus di susun orang dalam rangka menjelaskan gejala belajar adalah proses yang menunjukkan transformasi “masukan” menjadi “keluaran” seperti yang terjadi pada computer. Misalnya : ketika seorang siswa yang sedang dalam situasi belajar, ia mentransformasi (menerjemah) rangsangan fisik yang datang ke mata, telinga dan alat dria lainnya ke dalam “pesan-pesan” neural (pesan dalam bentuk getaran-getaran syaraf tertentu).
Selanjutnya, melalui transformasi-transformasi lain di dalam sistem syaraf, pesan-pesan ini di simpan dan pada waktu yang di perlukan nanti diingat/di munculkan kembali. Informasi yang di munculkan kembali (diingat) di transformasi lagi menjadi bentuk “pesan” yang mengontrol tindakan otot. Hasilnya adalah ucapan atau bentuk tindakan yang menunjukkan bahwa suatu performansi telah di pelajari. Berbagai bentuk transformasi ini di sebut proses-proses belajar.[8]
D.    PERANAN MINAT DAN MOTIVASI DALAM MEMBANTU MASALAH LUPA DALAM BELAJAR
Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya. Belajar akan merupakan suatu siksaan dan tidak akan memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina kesediaan belajar murid-muridnya berarti telah melakukan hal yang terpenting yang dapat di lakukan demi kepentingan belajar murid-muridnya. Sebab, minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat di pelajari.[9] Setelah mengetahui asal-usul timbulnya minat dan kesukaran-kesukaran yang mungkin di hadapi, kini kita dapat mencoba menghubungkan kesimpulan-kesimpulan yang di dapat dengan pengajaran di sekolah.[10]
Motivasi juga sangat mempengaruhi ingatan seseorang. Apa saja yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang pasti juga akan diingat terus dan sukar di lupakan. Contoh konkret adalah soal nama orang. Bila orang yang di kenalnya adalah orang yang ia anggap penting maka nama itu akan ia ingat terus. Tetapi bila nama itu ia anggap kurang penting, kurang berarti bagi dirinya, maka nama itu pun akan dapat sekali ia lupakan. Demikian pula halnya nama tempat. Tempat-tempat yang mempunyai peranan penting di dalam sejarah hidup seseorang pasti akan sukar di lupakan, sebaliknya tempat-tempat yang tidak mempunyai arti bagi hidup seseorang tentu akan mudah sekali di lupakan. Tentang pengaruh motivasi pada ingatan ini pernah di selidiki oleh A.F. Zeller. Ia memberi tugas kepada sekelompok mahasiswa. Jelaslah bahwa motivasi mempunyai peranan besar pada ingatan, menentukan hal-hal yang diingat dan di lupakan seseorang.[11]
E.     BANYAK MATERI YANG DIINGAT DAN TIDAK DIINGAT
Mungkin dari banyaknya materi yang sudah di pelajari hanya 40 % yang dapat dikuasai karena banyaknya materi menjadikan susahnya untuk mengingatnya kembali pada pelajaran yang telah  lalu, pelajaran yang baru di pelajari membuat saya lupa dengan pelajar yang sebelumnya sudah di pelajari. Mungkin salah satunya karena pelajaran yang dahulu sudah tidak diulang kembali dan hampir terlupakan. Banyak permasalahan yang di hadapi oleh otak sehingga membuat otak tidak mampu menyimpan seluruh apa yang telah di pelajari.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah di pelajari atau dialami. Jadi, lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih di miliki dan tersimpan dialam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dialam bawah sadar. Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam kehidupan mental.
Kegagalan mengingat atau lupa adalah suatu pengalaman universal. Bermacam-macam penjelasan tentang terjadinya telah diusahakan. Tidak sebuah pun diantaranya yang seluruhnya memuaskan, karena ingatan ternyata sukar di perkirakan sehingga tidak pernah mengikuti suatu pola tertentu. Karena itulah lupa di hubungkan  dengan faktor-faktor di luar meghilangnya bekas-bekas ingatan dari otak dan susunan saraf.
Prinsip-prinsip belajar:
v  Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan perilaku siswa.
v  Belajar di dasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.
v  Belajar di laksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan asosiasi, dan melalui penguatan.
v  Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman berpikir kritis, dan reorganisasi pengalaman.
v  Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru maupun secara tidak langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.
v  Belajar di pengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
v  Belajar sering di hadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu di pecahkan.
v  Hasil belajar dapat di transferkan  ke dalam situasi lain.
v  Belajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang kompleks.
v  Belajar melibatkan proses pembedaan dan penggeneralisasian berbagai respons.
v  Belajar berdasarkan keseluruhan.
v  Belajar adalah suatu proses perkembangan.
v  Anak didik sebagai organisme keseluruhan
v  Terjadi transfer
v  Belajar adalah reorganisasi pengalaman
v  Belajar harus dengan insight
v  Belajar leibh berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
v  Belajar berlangsung terus-menerus.
Faktor Penyebab Lupa:
v  Karena apa yang dialami itu tidak pernah di gunakan lagi, atau tidak pernah di latih/diingat lagi. Sesuatu yang tidak pernah digunakan/diingat lagi lama kelamaan dilupakan.
v  Lupa dapat juga di sebabkan oleh adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena gejala-gejala/isi jiwa yang lain.
v  Lupa di sebabkan oleh represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain di tekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar) oleh Uber-Ich atau super ego. Karena selalu mengalami tekanan, maka lama kelamaan menjadi lupa.
v  Karena informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang di terima anak didik kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga kealam ketidaksadaran.
v  Karena informasi yang baru secara otomatis menekan informasi yang lama telah ada. Jadi, sama dengan fenomena retroaktif, yaitu karena masuknya informasi-informasi yang baru  menyulitkan anak didik untuk mengingat kembali informasi-informasi yang lama.
v  Karena informasi yang akan d reproduksi (diingat kembali) itu tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya karena tidak pernah di pergunakan. Lupa karena tekanan ini berdasarkanrepression theory, yaitu teori tekanan atau represi.
v  Lupa karena Perubahan Situasi
v  Lupa karena Perubahan Sikap dan Minat
v  Lupa karena Perubahan Urat Saraf Otak
v  Lupa karena Kerusakan Informasi sebelum Masuk ke Memori.
Kiat mengurangi lupa:
v  Overlearning( belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajarn tertentu.
v  Extra Study Time (tambahan waktu belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar.
v  Memonic Device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan.
Menurut teori belajar, proses-proses yang harus di susun orang dalam rangka menjelaskan gejala belajar adalah proses yang menunjukkan transformasi “masukan” menjadi “keluaran” seperti yang terjadi pada computer. Selanjutnya, melalui transformasi-transformasi lain di dalam sistem syaraf, pesan-pesan ini di simpan dan pada waktu yang di perlukan nanti diingat/di munculkan kembali. Informasi yang di munculkan kembali (diingat) di transformasi lagi menjadi bentuk “pesan” yang mengontrol tindakan otot. Hasilnya adalah ucapan atau bentuk tindakan yang menunjukkan bahwa suatu performansi telah di pelajari. Berbagai bentuk transformasi ini di sebut proses-proses belajar.
Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Motivasi juga sangat mempengaruhi ingatan seseorang. Apa saja yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang pasti juga akan diingat terus dan sukar di lupakan.



[1]Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.118
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 207
[3] Dr. Wayan Ardhana, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), h. 111-112
[4] Dr. Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2002), h.54-55
[5] Drs. H. Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2002), h.23
[6] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit, h.20-21
[7] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Ibid, hal. 208-215
[8] Robert M. Gagne, Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran, (Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1975), h. 28
[9] Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, (Bandung: Remadja Karya CV, 1987), h.78
[10] Kurt Singer, Ibid, h.84
[11] Martin Handoko, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku, (Yogyakarta: PT Kanisius, 1992), h.45-46

1 komentar:

  1. How to make money from slots without using any other
    What is the best game on slots? 바카라 · If you want to หารายได้เสริม make a living on the slot machine, you must do some gambling 1xbet and earn money. · You need to bet

    BalasHapus